I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan nila merupakan salah
satu jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan. Selain menjadi ikan
konsumsi dalam negeri, ikan nila juga diekspor ke manca Negara. Oleh karena itu, kebutuhan
induk bermutu sangat diharapkan dalam rangka memperoleh benih yang berkualitas,
sehingga peran akuakultur sangat
dibutuhkan oleh masyarakat perairan dalam mengembangkan perikanan, baik ikan
konsumsi maupun ikan yang siap di distribusikan ke masyarakat untuk
budidaya. Akuakultur berperan dalam
memproduksi organisme akuatik dalam wadah terbatas dan terkontrol(kolam,tambak,akuarium)
untuk mendapatkan profit yang melibatkan campur tangan manusia dalam
pengembangan produktivitas perairan melalui kegiatan budidaya, sehingga dapat
menghasilkan benih-benih ikan nila yang produktif.
Pembenihan ikan nila merupakan peluang usaha yang sangat potensial
karena permintaan pasar yang meningkat baik untuk pasar lokal maupun pasar
ekspor, sehingga pembenihan menjadi
langkah awal dalam mengembangkan usaha-usaha dalam budidaya ikan nila.
Pembenihan merupakan salah satu tahapan dalam kegiatan on farm yang sangat menentukan tahap kegiatan berikutnya. Kegiatan
pembenihan meliputi pemeliharaan induk, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan
larva dan benih, serta kultur pakan alami.
Untuk menghasilkan benih ikan nila
dalam jumlah yang banyak dan berkualitas tinggi maka kegiatan pembenihan dengan
penerapan prinsip dasar-dasar akuakultur
sangat dibutuhkan, sehingga kegiatan budidaya dapat terus berlangsung
dan perbaikan stok alami ikan nila selalu
tersedia.
1.2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan
agar mahasiswa mampu memproduksi benih ikan nila dan mampu menerapkan
prinsip-prinsip akuakultur di lapangan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Nila
Ikan nila merupakan
organisme yang bertulang belakang (vertebrata) yang
habitatnya di perairan, bernapas dengan insang, bergerak dan menjaga
keseimbangan tubuhnya dengan menggunakan sirip-sirip dan bersifat poikilotermal. Ikan Nila juga
merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih
kesamping dengan warna putih kehitaman. Menurut
Watanabe (1998), terdapat tiga jenis ikan nila yang di kenal, yaitu ikan nila
biasa, ikan nila merah, dan ikan nila albino. Klasifikasi ikan nila menurut
Watanabe (1998) adalah sebagai berikut:
Kelas
: Osteichthyes
Sub-kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus.
Sub-kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus.
Berdasarkan morfologinya,
kelompok ikan Oreochromis niloticus
memang berbeda dengan kelompok ikan tilapia. Secara umum, bentuk tubuh ikan
nila memanjang dan ramping, dengan sisik- sisik berukuran besar. Bentuk matanya
besar dan menonjol dengan tepi matanya berwarna putih. Gurat sisi (linea
literalis) terputus di bagian tengah tubuh, kemudian berlanjut lagi, akan
tetapi letaknya lebih ke bawah dibandingkan dengan letak garis yang memanjang
di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip duburnya memiliki
jari-jari lemah, tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggung dan sirip
dada berwarna hitam sedangkan pinggir
sirip punggung berwarna abu-abu kehitaman.
Gambar 1. Ikan
Nila ( Oreochromis niloticus )
Menurut Trewavas (1981) ikan nila dapat dibedakan jantan
dan betinanya pada saat berumur 3-6 bulan, karena pada umur tersebut ikan nila
telah mampu untuk berkembang biak. Dilihat dari ciri-ciri kelamin primer, ikan
nila jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan jumlah lubang disekitar anusnya,
pada ikan nila jantan terdapat dua lubang yaitu lubang anus dan lubang
urogenital (tempat keluarnya urine dan sperma), sedangkan pada betina terdapat
3 lubang yaitu anus, ureter (tempat keluarnya urine) dan genital (tempat
keluarnya telur). Sedangkan ciri sekunder pada ikan nila biasanya nila jantan
memiliki tubuh yang lebih besar pada umur yang sama dan juga warnanya lebih
gelap dibandingkan warna betinanya.
Ikan Nila tergolong
kedalam ikan pemakan segalanya (omnivora) sehingga bisa mengonsumsi pakan
berupa hewan atau tumbuhan. Karena itu, ikan ini sangat mudah dibudidayakan
(Ahmad, 1995). Ketika masih benih, pakan yang disukainya adalah zooplankton
(plankton hewani), seperti Rotifera sp.,
Moina sp, Atau Daphnia sp. Selain itu, benih ikan nila juga memakan alga atau lumut yang
menempel di bebatuan yang ada di habitat hidupnya. Ketika dibudidayakan, nila
juga memakan tanaman air yang tumbuh di kolam budidaya. Jika telah mencapai
ukuran dewasa, ikan ini bisa diberi berbagai pakan tambahan seperti pelet dan
lain-lainnya. Laju pertumbuhan tubuh ikan
nila yang dibudidayakan tergantung dari pengaruh fisika dan kimia
perairan dan interaksinya. Sebagai contoh, curah hujan yang tinggi akan
mengganggu pertumbuhan tanaman air dan secara tidak langsung akan memengaruhi
pertumbuhan ikan nila yang dipelihara. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui
laju pertumbuhan ikan nila lebih cepat jika dipelihara di kolam yang airnya
dangkal dibandingkan dengan kolam yang airnya dalam. Penyebabnya adalah
pertumbuhan tanaman air sangat cepat di perairan yang dangkal, sehingga nila
mendapatkan pasokan pakan yang cukup. Selain itu, laju pertumbuhan nila di
kolam yang dipupuk dengan pupuk organik misalnya kotoran ternak juga lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila
yang dipelihara di kolam yang dipupuk dengan pupuk anorganik (pupuk buatan)
perlu diketahui juga, laju pertumbuhan nila jantan lebih cepat 40% dibandingkan
dengan laju pertumbuhan nila betina. Terlebih lagi jika dipelihara secara
kelamin tunggal (monosex), jika sudah mencapai ukuran 200 gram, pertumbuhan ikan
nila menjadi semakin lambat. Namun, hal ini hanya terjadi pada nila betina,
sedangkan nila jantan akan tetap tumbuh pesat (Anonim, 2010)
Ikan nila pertama kali dibawa dari
Taiwan ke Bogor yakni di Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun
1969, setelah diteliti ikan nila
desebarkan ke berbagai daerah perikanan dan diberi nama sesuai dengan nama
latinnya yakni Nilotica. Dimana nama
ini menunjukkan daerah asal ikan nila yaitu sungai Nil di Benua Afrika. Awalnya
ikan ini mendiami hulu sungai Nil di Uganda dan mereka selama bertahun – tahun
habitatnya semakin berkembang dan bermigrasi ke arah selatan ke hilir sungai
melewati danau Raft dan Tanganyika sampai ke Mesir. Ikan ini dengan bantuan
dari manusia, sekarang sudah tersebar sampai ke lima benua, meskipun habitat
yang disukai ikan nila adalah daerah yang beriklim tropis dan hangat(Anonim,
2010).
Ikan nila memiliki
kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Ikan nila
memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya. Sehingga ia bisa
dipelihara di dataran rendah yang berair payau maupun dataran yang tinggi
dengan suhu yang rendah. Ia mampu hidup pada suhu 14 – 38 derajat celcius.
Dengan suhu terbaik adalah 25 – 30 derajat. Hal yang paling berpengaruh
dengan pertumbuhannya adalah salinitas atau kadar garam jumlah 0 – 29 % sebagai
kadar maksimal untuk tumbuh dengan baik. Meski ia bisa hidup di kadar garam
sampai 35% namun ia sudah tidak dapat tumbuh berkembang dengan baik(Anonim,
2010).
2.2. Pembenihan
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Aspek-aspek dalam
pembenihan ikan nila adalah sebagai berikut, yaitu benih ikan nila harus
dipilih yang sehat biar terbebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan nila dimasukkan ke dalam
kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka). Air yang
dipakai sebagai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit
serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah
diaerasi semalaman. Sebelum diangkut, benih ikan harus diberok dahulu selama
beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan
dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m
atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih
ikan nila sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam
pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya (Suryanto, 1994 ).
Semua jenis ikan terlepas
dari variasi spesies dan kondisi budaya, membutuhkan oksigen untuk pertumbuhan
dan kelangsungan hidup. Kurangnya oksigen akan mengakibatkan pertumbuhan yang
buruk dan wabah penyakit ataupun rentan dengan kematian. Umumnya spesies air
hangat yang paling membutuhkan oksigen terlarut pada tingkat satu bagian per
juta (ppm) untuk kelangsungan hidup dan sekitar 3 ppm untuk kenyamanan. Oksigen
terlarut 5 ppm adalah yang paling ideal untuk pertumbuhan dan sangat baik dalam
menjaga kesehatan ikan. Namun, jenis ikan nila dapat tumbuh dengan baik di tingkat oksigen terlarut 1 - 3 ppm. Beberapa
hal yang menyebabkan oksigen berkurang di kolam adalah plankton mekar, atau
ikan yang mati membusuk, dan bahan organik yang terurai
Debit
air yang bagus untuk kolam air tenang adalah 8-15 liter/detik/ha. Pada
pemeliharan ikan Nila, kondisi perairannya harus tenang dan bersih, karena ikan
Nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di perairan yang memiliki arus deras. Nilai keasaman air (pH) tempat
hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Sedangkan keasaman air (pH) yang paling optimal
adalah antara 7-8. Suhu air yang optimal berkisar antara 25-300C,
sedangkan kadar garam air yang disukai oleh ikan nila adalah antara 0-35 per mil. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak
terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun ataupun minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang
disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Lain halnya bila
kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya plankton dapat
berwarna hijau kekuningan dan hijau kecokelatan karena banyak mengandung Diatomae. Tingkat kecerahan air karena
plankton harus dikendalikan yang dapat diukur dengan alat yang disebut piring secchi (secchi disc). Untuk di kolam dan tambak, angka kecerahan yang baik
adalah antara 20-35 cm. Amonia
merupakan produk hasil metabolisme ikan dan pembusukan senyawa organik oleh
bakteri. Sisa-sisa pakan dan kotoran ikan akan terurai menjadi nitrogen dalam
bentuk amonia terlarut dan ini beracun bagi ikan. Kisaran kandungan amonia yang
belum menghalangi kelangsungan hidup ikan dan organisme perairan lainnya adalah
kurang dari 1 ppm. Sedangkan menurut Sugiarto, kandungan amonia yang dapat
menyebabkan kematian ikan berkisar antara 1,2-2,0 ppm. Ditambah lagi bahwa
proporsi amonia total yang ada akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan pH.
Amonia yang tinggi akan mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air, sehingga
meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan dan menyebabkan kerusakan pada
insang serta mengurangi kemampuan darah dalam mentransfer oksigen ( Ahmad,1995)
III. METODOLOGI
3.1.
Waktu dan tempat
Praktikum pembenihan ikan nila
dilakukan pada hari Kamis tanggal 23 September 2010, di kolam penelitian
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
3.2.
Alat dan bahan.
Alat yang digunakan pada pembenihan ikan
Nila adalah anco, penggaris, kertas lakmus universal, sikat dan ember. Kolam
yang digunakan adalah sebuah bak dengan ukuran 3 x 2 x 0,75 m.
Sebanyak dua belas ekor induk dengan
perbandingan jantan dan betina 1:3, digunakan dalam pembenihan ini. Pakan yang
digunakan adalah pelet terapung dan di tutupi dengan daun-daunan pisang agar
ikan dapat berteduh.
3.3.
Prosedur kerja
3.3.1. Persiapan wadah
Persiapan wadah dilakukan untuk menyiapkan
wadah pemeliharaan agar mendapatkan lingkungan yang optimal sehingga ikan dapat
hidup dan tumbuh maksimal. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam tahap persiapan wadah yaitu pengeringan dasar kolam,
pengapuran sebanyak 20-25 miligram/meter persegi, dan pemupukan untuk
meningkatkan unsur hara di kolam sehingga dapat meransang pertumbuhan pakan
alami. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk organik seperti kotoran ayam dan
sapi dan pupuk anorganik seperti urea
dan TSP. Dosis pupuk yang di anjurkan adalah kotoran ayam 250 gram/meter2
, urea 2,5 gram/meter2, dan TSP 5 gram/meter persegi. Setelah
persiapan dasar kolam dilakukan, langkah selanjutnya adalah pemasukan air
kedalam kolam.
3.3.2. Pemilihan
induk
Sebelum induk ikan di tebar kedalam
kolam, maka perlu dilakukan aklimatisasi sehingga adanya penyesuaian antara
suhu air dalam wadah pengangkutan dengan kolam, kemudian Induk ikan nila yang
akan ditebar terlebih dahulu di seleksi berdasarkan morfologi dan jenis
kelaminnya. Setelah di seleksi induk kemudian ditimbang untuk mengetahui berat
induk dan menentukan banyaknya pakan yang harus diberikan setiap harinya.
3.3.3 Penebaran
Induk ikan betina umumnya memiliki
perut yang lebih besar dan lubang urogenitalnya ada tiga, yaitu: lubang anus
(paling depan), lubang telur, dan lubang urine. Pada induk ikan jantan perutnya
lebih ramping dan lubang urogenitalnya ada dua, yaitu: lubang anus dan lubang
sperma yang sekaligus sebagai lubang urine yang berbentuk meruncing. Induk ikan
nila yang akan ditebar terdiri dari tiga
ekor nila jantan dan sembilan ekor nila betina ke setiap wadah pemeliharaan
induk
3.3.4. Pemeliharaan induk
Induk ikan nila adalah ikan yang telah matang gonad atau
matang kelamin, pada betina telah menghasilkan telur dan jantan telah meng-hasilkan
sperma. Dalam budidaya ikan, induk merupakan sarana produksi utama. Dari
induk-induk itulah akan diperoleh anak-anaknya, sebagai sarana produksi utama
dalam kegiatan pembesaran. Induk ikan nila , baik jantan maupun betina harus
berkualitas baik. Karena dari induk-induk yang berkualitas baik akan diperoleh
benih-benih yang berkualitas baik pula, yaitu benih yang bertubuh normal, dapat
tumbuh dengan cepat, dan tahan terhadap perubahan lingkungan serta tahan
terhadap serangan penyakit. Untuk megelola induk ikan nila dengan baik dapat
dilakukan beberapa perlakuan :
Pertama induk-induk itu harus dipelihara dalam kolam-kolam khusus. Artinya
pemeliharaannya tidak dicampur dengan ikan lain, atau ikan nila yang berbeda ukuran. Induk ikan nila yang
dipelihara dengan ikan lain tidak baik, karena perkembangan gonadnya bisa
tergganggu. Selain itu, bisa menimbulkan kematian, terutama pada saat seleksi.
Kedua, calon induk jantan dan betina
nila, baik dari hasil kegiatan sendiri maupun dari hasil membeli harus
dipelihara terpisah. Karena nila mudah sekali memijah. Jika tidak dipisah maka
terjadi pemijahan liar. Pemeliharaan jantan dan betina secara terpisah sangat
membantu perkembangan gonad, karena induk betina tidak terganggu oleh jantan,
karakter induk dalam kolam sama. Ketiga,
induk yang sudah dipijahkan dipelihara di kolam yang berbeda dengan ikan yang
belum dipijahkan. Ini dilakukan sewaktu masa istirahat. Tujuannya untuk
memisahkan antara keduanya, sehingga pada waktu seleksi sebelum dipijahkan kita
sudah yakin bahwa induk-induk itu belum dipijahkan. Selain itu tentu saja induk
sudah dipijahkan tidak terganggu, sehingga gonadnya bisa berkembang dengan baik
dan menghasilkan telur yang berkualitas tinggi. Keempat, teknik pemeliharaan induk harus dilakukan dengan baik.
Pertama dengan melakukan persiapan kolam yang baik. Kedua, induk yang ditebar
tidak terlalu padat, atau padat tebar induk sesuai dengan yang dianjurkan,
yaitu 2 – 4 ekor/m2. Ketiga, induk diberi pakan tambahan setiap hari
dengan dosis 3 – 5 persen. keempat,
selama pemeliharaan kualitas air kolam harus tetap dijaga dengan baik.
3.3.5. pemantauan dan pemanenan larva
Pemantauan induk yang telah memijah
dilakukan setiap hari praktikum. Biasanya induk ikan Nila akan memijah 12-14
hari setelah dicampur. Proses pemijahan sendiri dapat berlangsung beberapa
periode tergantung pada kesiapan induk yang digunakan. Pada pagi hari biasanya larva
akan berada di permukaan air. Karena itu, pemantauan induk yang telah memijah
dan sedang mengasuh larva dilakukan di pagi hari. Kemudian jumlah induk yang
memijah dicatat, pengambilan larva dilakukan secara langsung dengan menggunakan
serokan dan di tampung dalam jolang (baskom plastik) yang telah diberi air
secukupnya. Kemudian larva-larva dipindahkan ke bak penampungan larva setelah
dihitung jumlahnya. Perhitungan larva dilakukan satu persatu dengan sendok.
Bak penampungan larva telah
dipersiapkan sebelumnya sehingga kualitas airnya sudah bagus dan siap digunakan
untuk di tebari larva.
3.3.6 Penanganan kualitas air
Penanganan kualitas air dilakukan
dengan cara pemberian aerasi, yaitu memasukkan udara kedalam air sehingga
terdifusi kedalam air dan kandungan oksigen terlarut menjadi meningkat.
3.4. Analisa data
3.4.1. Tingkat kelangsungan hidup
Survival Rate (SR) adalah persentase ikan yang
hidup setelah dipelihara dalam waktu tertentu terhadap jumlah awal
pemeliharaan. Untuk menghitung SR dapat digunakan rumus sebagai berikut
SR = (Nt/No) x 100%
Dimana :
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah
ikan yang hidup pada akhir percobaan (ekor)
No =
Julah ikan pada awal percobaan (ekor).
MR
adalah presentase jumlah ikan yang mati selama pemeliharaan dalam jangka waktu
tertentu, dibandingkan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Untuk menghitung MR
dapat digunakan rumus Sebagai berikut :
MR = (M/No) x 100%
3.4.2
Koreksi feeding rate.
Feeding rate koreksi
adalah tingkat perbandingan dari jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah
pakan yang tersisa di bagi biomassa induk. Sehingga dengan demikian dapat
diketahui jumlah pakan yang dikonsumsi secara nyata oleh ikan.
FR=(∑pakan perhari - ∑pakan tersisa)/biomassa induk
Σ Pakan = FR x Biomassa
Karena kondisi di lapangan yang tidak menentu maka perlu
dilakukan koreksi FR dengan melihat pakan aktualnya.
Pakan aktual = Σ
pakan yang habis X 100 %
Σ
pakan yang seharusnya diberikan
Maka
koreksi Feeding Rate-nya dapat dicari
dengan menggunakan rumus:
FR Terkoreksi = Jumlah Pakan Perhari
Biomassa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tingkat kelangsungan hidup pembenihan ikan
nila pada 5 departemen yang berbeda,
ditunjukkan oleh gambar grafik di bawah ini.
Gambar 2. Grafik tingkat kelangsungan hidup larva nila
Berdasarkan gambar gafik diatas diketahui bahwa departemen MSP memiliki
tingkat kelangsungan hidup larva terbesar
yaitu 92,74% dimana jumlah tebar larva nila awal sebesar 634 dan jumlah
panen larva sebesar 588. Kemudian departemen ITK sebesar 91,61% lalu departemen
THP sebesar 90,24% dilanjutkan departemen BDP sebesar 87.15% dan yang terakhir
departemen PSP dengan nilai tingkat kelangsungan hidup larva paling kecil
diantara departemen lainnya yaitu sebesar 84,13% dengan jumlah tebar larva awal
pada akuarium sebanyak 1103, sedangkan jumlah panen larva selama proses
pembenihan ikan nila berlangsung sebanyak 928 ekor yang berarti jumlah larva
ikan nila yang mati sebanyak 175 ekor.
Berikut merupakan tabel koreksi FR (Feeding
Rate) pembenihan ikan nila untuk departemen ITK.
Tabel 1. Koreksi FR induk ikan nila ITK
Keterangan
|
Bobot (gram)
|
Koreksi FR
|
Pakan yang disiapkan
|
2580
|
1,98
|
Pakan aktual (pakan yang disiapkan – pakan sisa)
|
2454
|
|
Biomassa akhir induk
|
5505
|
Dalam proses pembenihan ikan nila, pemijahan indukan nila jantan dengan
nila betina merupakan proses yang harus dilakukan terlebih dahulu. Untuk
melakukan praktikum pemijahan dan pembenihan indukan ikan nila, departemen ITK
membutuhkan jumlah pakan sebesar 2580 gram bagi 12 indukan nila. Pada
kenyataannya, jumlah pakan aktual yang digunakan selama proses pembenihan
dilakukan sebanyak 2454 gram pakan. Setelah melakukan penghitungan biomassa
akhir indukan nila, diketahui nilai FR sebesar 1,98 pada jumlah pakan yang
diberikan. Dengan nilai FR 1,98 ini berarti dibutuhkan 1,98 gram pakan untuk menaikan
bobot ikan sebesar 1 gram.
4.2 Pembahasan
Kelangsungan
hidup atau survival rate adalah
tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup pada akhir dan awal penelitian. Sehingga dengan demikian dapat diketahui
dan dihitung jumlah ikan yang mati. FR koreksi adalah tingkat perbandingan
dari jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tersisa di bagi
biomassa induk. Sehingga dengan demikian dapat diketahui jumlah pakan yang
dikonsumsi secara nyata oleh ikan. Pengetahuan mengenai nilai FR sangat penting, karena nilai
FR dapat menggambarkan keefisienan jumlah pakan yang digunakan untuk menaikkan
bobot ikan sebesar 1 gram. Semakin kecil nilai FR maka semakin kecil pula
pengeluaran yang harus dilakukan oleh pembudidaya, begitu juga sebaliknya.
Nilai FR dapat dihitung dengan menggunakan
rumus
FR
Terkoreksi = Jumlah Pakan Perhari
Biomassa
Pakan aktual dihitung dengan
mengurangi jumlah pakan yang disediakan selama proses pembenihan dengan sisa
pakan. Dengan menggunakan rumus ini, didapatkan nilai FR yang dimiliki departemen
ITK sebesar 1.98%, artinya nilai FR
koreksi yang dimilki oleh departemen ITK sudah baik karena mendekati nilai FR
koreksi literatur yaitu sebesar 2%. Nilai FR koreksi yang jauh melebihi 2%
menunjukan pemberian pakan yang berlebih, sehingga dapat mengakibatkan medium
atau tempat pemijahan ikan nila tersebut menjadi kurang baik kualitas airnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan selama proses pembenihan ikan nila
berlangsung, maka diperoleh nilai SR ikan nila yang dimiliki departemen ITK
sebesar 91,61% yang berarti nilai SR departemen ITK sudah baik karena melebihi
SR dari literatur sebesar 80%. Dapat dikatakan bahwa proses pembenihan bagi
departemen ITK berhasil, dikarenakan nilai SR yang dimiliki lebih dari ¾ nilai
SR yang semestinya, selain itu mahasiswa juga mampu menguasai pengetahuan tentang budidaya pembenihan
ikan nila sekaligus dapat melakukan kegiatan pembenihan ikan nila dengan cara
menerapkan prinsip-prinsip akuakultur di lapangan. Mahasiswa juga dapat
menyelesaikan mata kuliah Dasar-Dasar Akuakultur dengan baik.
4.1. Saran
Untuk
praktikum selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan praktikum sesuai dengan
jadwal yang telah di tentukan dan dapat melaksanakan praktikum sesuai dengan
panduan modul yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T.I.S. 1995. Pengaruh
Suhu dan Lama Kejutan Panas Terhadap Keberhasilan Tetrapodisasi Ikan Nila Merah
(Oreochromis sp), Skripsi. Fakultas Perikanan IPB Bogor. (tidak
dipublikasikan). 43 halaman.
Anonim
(2010).http://bbat.pembenihan ikan nila
sukabumi.co.id/ nila/morfologi
(terhubung berkala). 7 Desember 2010.
Trewavas, E.1982. Tilapias: taxonomy
and spesification. ICLARM. Internasional centre for living Aquatic resource
Manajement. Manila, Filipina.
Suryanto. S. R.1994. Nila Penebar Swadaya. Jakarta. 105 hal. http://id.wiki.detik.com/wiki/Ikan_nila/morfologi
(7 Desember 2010).
Watanabe, T.
1998. Nutrition and Mariculture. JICA
Texybook. The General Aquaculture Course. Department of Aquatic Bioscience.
Tokyo University of Fisheries. Tokyo
Webster. 2002. Kebutuhan
Nutrien Ikan. http://bbat-sukabumi.tripoid.com/kebutuhan_ikan_benih_gift.htm(7
Desember 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar