Senin, 09 April 2012

Pembenihan Ikan Nila


I. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang

Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan. Selain menjadi ikan konsumsi dalam negeri, ikan nila juga diekspor ke manca Negara. Oleh karena itu, kebutuhan induk bermutu sangat diharapkan dalam rangka memperoleh benih yang berkualitas, sehingga peran akuakultur  sangat dibutuhkan oleh masyarakat perairan dalam mengembangkan perikanan, baik ikan konsumsi maupun ikan yang siap di distribusikan ke masyarakat untuk budidaya.  Akuakultur berperan dalam memproduksi organisme akuatik dalam wadah terbatas dan terkontrol(kolam,tambak,akuarium) untuk mendapatkan profit yang melibatkan campur tangan manusia dalam pengembangan produktivitas perairan melalui kegiatan budidaya, sehingga dapat menghasilkan benih-benih ikan nila yang produktif.
Pembenihan ikan nila  merupakan peluang usaha yang sangat potensial karena permintaan pasar yang meningkat baik untuk pasar lokal maupun pasar ekspor,  sehingga pembenihan menjadi langkah awal dalam mengembangkan usaha-usaha dalam budidaya ikan nila. Pembenihan merupakan salah satu tahapan dalam kegiatan on farm yang sangat menentukan tahap kegiatan berikutnya. Kegiatan pembenihan meliputi pemeliharaan induk, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih, serta kultur pakan alami.
Untuk menghasilkan benih ikan nila dalam jumlah yang banyak dan berkualitas tinggi maka kegiatan pembenihan dengan penerapan prinsip dasar-dasar akuakultur  sangat dibutuhkan, sehingga kegiatan budidaya dapat terus berlangsung dan perbaikan  stok alami ikan nila selalu tersedia.

1.2.  Tujuan

            Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu memproduksi benih ikan nila dan mampu menerapkan prinsip-prinsip akuakultur di lapangan.

                                           II. TINJAUAN PUSTAKA            

2.1  Biologi Ikan Nila
Ikan nila merupakan organisme yang bertulang belakang (vertebrata) yang habitatnya di perairan, bernapas dengan insang, bergerak dan menjaga keseimbangan tubuhnya dengan menggunakan sirip-sirip dan  bersifat poikilotermal. Ikan Nila juga merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dengan warna putih kehitaman. Menurut Watanabe (1998), terdapat tiga jenis ikan nila yang di kenal, yaitu ikan nila biasa, ikan nila merah, dan ikan nila albino. Klasifikasi ikan nila menurut Watanabe (1998)  adalah sebagai berikut:
Kelas               : Osteichthyes
Sub-kelas         : Acanthoptherigii
Ordo                : Percomorphi
Sub-ordo         : Percoidea
Famili              : Cichlidae
Genus              : Oreochromis                                                                                              Spesies  : Oreochromis niloticus.

Berdasarkan morfologinya, kelompok ikan Oreochromis niloticus memang berbeda dengan kelompok ikan tilapia. Secara umum, bentuk tubuh ikan nila memanjang dan ramping, dengan sisik- sisik berukuran besar. Bentuk matanya besar dan menonjol dengan tepi matanya berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus di bagian tengah tubuh, kemudian berlanjut lagi, akan tetapi letaknya lebih ke bawah dibandingkan dengan letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip duburnya memiliki jari-jari lemah, tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggung dan sirip dada berwarna hitam sedangkan  pinggir sirip punggung berwarna abu-abu kehitaman.
 
Gambar 1. Ikan Nila ( Oreochromis niloticus )

Menurut Trewavas (1981) ikan nila dapat dibedakan jantan dan betinanya pada saat berumur 3-6 bulan, karena pada umur tersebut ikan nila telah mampu untuk berkembang biak. Dilihat dari ciri-ciri kelamin primer, ikan nila jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan jumlah lubang disekitar anusnya, pada ikan nila jantan terdapat dua lubang yaitu lubang anus dan lubang urogenital (tempat keluarnya urine dan sperma), sedangkan pada betina terdapat 3 lubang yaitu anus, ureter (tempat keluarnya urine) dan genital (tempat keluarnya telur). Sedangkan ciri sekunder pada ikan nila biasanya nila jantan memiliki tubuh yang lebih besar pada umur yang sama dan juga warnanya lebih gelap dibandingkan warna betinanya.
Ikan Nila tergolong kedalam ikan pemakan segalanya (omnivora) sehingga bisa mengonsumsi pakan berupa hewan atau tumbuhan. Karena itu, ikan ini sangat mudah dibudidayakan (Ahmad, 1995). Ketika masih benih, pakan yang disukainya adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp., Moina sp, Atau Daphnia sp. Selain itu, benih ikan  nila juga memakan alga atau lumut yang menempel di bebatuan yang ada di habitat hidupnya. Ketika dibudidayakan, nila juga memakan tanaman air yang tumbuh di kolam budidaya. Jika telah mencapai ukuran dewasa, ikan ini bisa diberi berbagai pakan tambahan seperti pelet dan lain-lainnya. Laju pertumbuhan tubuh ikan  nila yang dibudidayakan tergantung dari pengaruh fisika dan kimia perairan dan interaksinya. Sebagai contoh, curah hujan yang tinggi akan mengganggu pertumbuhan tanaman air dan secara tidak langsung akan memengaruhi pertumbuhan ikan nila yang dipelihara. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui laju pertumbuhan ikan nila lebih cepat jika dipelihara di kolam yang airnya dangkal dibandingkan dengan kolam yang airnya dalam. Penyebabnya adalah pertumbuhan tanaman air sangat cepat di perairan yang dangkal, sehingga nila mendapatkan pasokan pakan yang cukup. Selain itu, laju pertumbuhan nila di kolam yang dipupuk dengan pupuk organik misalnya kotoran ternak juga  lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila yang dipelihara di kolam yang dipupuk dengan pupuk anorganik (pupuk buatan) perlu diketahui juga, laju pertumbuhan nila jantan lebih cepat 40% dibandingkan dengan laju pertumbuhan nila betina. Terlebih lagi jika dipelihara secara kelamin tunggal (monosex), jika sudah mencapai ukuran 200 gram, pertumbuhan ikan nila menjadi semakin lambat. Namun, hal ini hanya terjadi pada nila betina, sedangkan nila jantan akan tetap tumbuh pesat (Anonim, 2010)
           Ikan nila pertama kali dibawa dari Taiwan ke Bogor yakni di Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969,  setelah diteliti ikan nila desebarkan ke berbagai daerah perikanan dan diberi nama sesuai dengan nama latinnya yakni Nilotica. Dimana nama ini menunjukkan daerah asal ikan nila yaitu sungai Nil di Benua Afrika. Awalnya ikan ini mendiami hulu sungai Nil di Uganda dan mereka selama bertahun – tahun habitatnya semakin berkembang dan bermigrasi ke arah selatan ke hilir sungai melewati danau Raft dan Tanganyika sampai ke Mesir. Ikan ini dengan bantuan dari manusia, sekarang sudah tersebar sampai ke lima benua, meskipun habitat yang disukai ikan nila adalah daerah yang beriklim tropis dan hangat(Anonim, 2010).
           Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Ikan nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya. Sehingga ia bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah. Ia mampu hidup pada suhu 14 – 38 derajat celcius. Dengan suhu terbaik adalah 25 –  30 derajat. Hal yang paling berpengaruh dengan pertumbuhannya adalah salinitas atau kadar garam jumlah 0 – 29 % sebagai kadar maksimal untuk tumbuh dengan baik. Meski ia bisa hidup di kadar garam sampai 35% namun ia sudah tidak dapat tumbuh berkembang dengan baik(Anonim, 2010).

2.2. Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
 
  Aspek-aspek dalam pembenihan ikan nila adalah sebagai berikut, yaitu benih ikan nila harus dipilih yang sehat biar terbebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan nila dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka). Air yang dipakai sebagai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalaman. Sebelum diangkut, benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan nila sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya (Suryanto, 1994 ).

Semua jenis ikan terlepas dari variasi spesies dan kondisi budaya, membutuhkan oksigen untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Kurangnya  oksigen akan mengakibatkan pertumbuhan yang buruk dan wabah penyakit ataupun rentan dengan kematian. Umumnya spesies air hangat yang paling membutuhkan oksigen terlarut pada tingkat satu bagian per juta (ppm) untuk kelangsungan hidup dan sekitar 3 ppm untuk kenyamanan. Oksigen terlarut 5 ppm adalah yang paling ideal untuk pertumbuhan dan sangat baik dalam menjaga kesehatan ikan. Namun, jenis ikan nila dapat tumbuh dengan  baik di tingkat oksigen terlarut 1 - 3 ppm. Beberapa hal yang menyebabkan oksigen berkurang di kolam adalah plankton mekar, atau ikan yang mati membusuk, dan bahan organik yang terurai

Debit air yang bagus untuk kolam air tenang adalah 8-15 liter/detik/ha. Pada pemeliharan ikan Nila, kondisi perairannya harus tenang dan bersih, karena ikan Nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di perairan yang memiliki  arus deras. Nilai keasaman air (pH) tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Sedangkan keasaman air (pH) yang paling optimal adalah antara 7-8. Suhu air yang optimal berkisar antara 25-300C, sedangkan kadar garam air yang disukai oleh ikan nila adalah  antara 0-35 per mil. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun ataupun  minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya plankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau kecokelatan karena banyak mengandung Diatomae. Tingkat kecerahan air karena plankton harus dikendalikan yang dapat diukur dengan alat yang disebut piring secchi (secchi disc). Untuk di kolam dan tambak, angka kecerahan yang baik adalah antara 20-35 cm. Amonia merupakan produk hasil metabolisme ikan dan pembusukan senyawa organik oleh bakteri. Sisa-sisa pakan dan kotoran ikan akan terurai menjadi nitrogen dalam bentuk amonia terlarut dan ini beracun bagi ikan. Kisaran kandungan amonia yang belum menghalangi kelangsungan hidup ikan dan organisme perairan lainnya adalah kurang dari 1 ppm. Sedangkan menurut Sugiarto, kandungan amonia yang dapat menyebabkan kematian ikan berkisar antara 1,2-2,0 ppm. Ditambah lagi bahwa proporsi amonia total yang ada akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan pH. Amonia yang tinggi akan mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air, sehingga meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan dan menyebabkan kerusakan pada insang serta mengurangi kemampuan darah dalam mentransfer oksigen ( Ahmad,1995)
III. METODOLOGI
3.1.  Waktu dan tempat
Praktikum pembenihan ikan nila dilakukan pada hari Kamis tanggal 23 September 2010, di kolam penelitian Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2.  Alat dan bahan.
Alat yang digunakan pada pembenihan ikan Nila adalah anco, penggaris, kertas lakmus universal, sikat dan ember. Kolam yang digunakan adalah sebuah bak dengan ukuran 3 x 2 x 0,75 m.
Sebanyak dua belas ekor induk dengan perbandingan jantan dan betina 1:3, digunakan dalam pembenihan ini. Pakan yang digunakan adalah pelet terapung dan di tutupi dengan daun-daunan pisang agar ikan dapat berteduh.

3.3.   Prosedur kerja
3.3.1.  Persiapan wadah
Persiapan wadah dilakukan untuk menyiapkan wadah pemeliharaan agar mendapatkan lingkungan yang optimal sehingga ikan dapat hidup dan tumbuh maksimal. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam  tahap persiapan wadah yaitu pengeringan dasar kolam, pengapuran sebanyak 20-25 miligram/meter persegi, dan pemupukan untuk meningkatkan unsur hara di kolam sehingga dapat meransang pertumbuhan pakan alami. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk organik seperti kotoran ayam dan sapi dan pupuk anorganik seperti  urea dan TSP. Dosis pupuk yang di anjurkan adalah kotoran ayam 250 gram/meter2 , urea 2,5 gram/meter2, dan TSP 5 gram/meter persegi. Setelah persiapan dasar kolam dilakukan, langkah selanjutnya adalah pemasukan air kedalam kolam.


3.3.2.   Pemilihan induk
Sebelum induk ikan di tebar kedalam kolam, maka perlu dilakukan aklimatisasi sehingga adanya penyesuaian antara suhu air dalam wadah pengangkutan dengan kolam, kemudian Induk ikan nila yang akan ditebar terlebih dahulu di seleksi berdasarkan morfologi dan jenis kelaminnya. Setelah di seleksi induk kemudian ditimbang untuk mengetahui berat induk dan menentukan banyaknya pakan yang harus diberikan setiap harinya.
3.3.3 Penebaran
Induk ikan betina umumnya memiliki perut yang lebih besar dan lubang urogenitalnya ada tiga, yaitu: lubang anus (paling depan), lubang telur, dan lubang urine. Pada induk ikan jantan perutnya lebih ramping dan lubang urogenitalnya ada dua, yaitu: lubang anus dan lubang sperma yang sekaligus sebagai lubang urine yang berbentuk meruncing. Induk ikan nila yang akan ditebar  terdiri dari tiga ekor nila jantan dan sembilan ekor nila betina ke setiap wadah pemeliharaan induk
3.3.4.  Pemeliharaan induk
Induk ikan nila  adalah ikan yang telah matang gonad atau matang kelamin, pada betina telah menghasilkan telur dan jantan telah meng-hasilkan sperma. Dalam budidaya ikan, induk merupakan sarana produksi utama. Dari induk-induk itulah akan diperoleh anak-anaknya, sebagai sarana produksi utama dalam kegiatan pembesaran. Induk ikan nila , baik jantan maupun betina harus berkualitas baik. Karena dari induk-induk yang berkualitas baik akan diperoleh benih-benih yang berkualitas baik pula, yaitu benih yang bertubuh normal, dapat tumbuh dengan cepat, dan tahan terhadap perubahan lingkungan serta tahan terhadap serangan penyakit. Untuk megelola induk ikan nila dengan baik dapat dilakukan beberapa perlakuan :
Pertama induk-induk itu harus dipelihara dalam kolam-kolam khusus. Artinya  pemeliharaannya tidak dicampur dengan ikan lain, atau ikan nila  yang berbeda ukuran. Induk ikan nila yang dipelihara dengan ikan lain tidak baik, karena perkembangan gonadnya bisa tergganggu. Selain itu, bisa menimbulkan kematian, terutama pada saat seleksi.
 Kedua, calon induk jantan dan betina nila, baik dari hasil kegiatan sendiri maupun dari hasil membeli harus dipelihara terpisah. Karena nila mudah sekali memijah. Jika tidak dipisah maka terjadi pemijahan liar. Pemeliharaan jantan dan betina secara terpisah sangat membantu perkembangan gonad, karena induk betina tidak terganggu oleh jantan, karakter induk dalam kolam sama. Ketiga, induk yang sudah dipijahkan dipelihara di kolam yang berbeda dengan ikan yang belum dipijahkan. Ini dilakukan sewaktu masa istirahat. Tujuannya untuk memisahkan antara keduanya, sehingga pada waktu seleksi sebelum dipijahkan kita sudah yakin bahwa induk-induk itu belum dipijahkan. Selain itu tentu saja induk sudah dipijahkan tidak terganggu, sehingga gonadnya bisa berkembang dengan baik dan menghasilkan telur yang berkualitas tinggi. Keempat, teknik pemeliharaan induk harus dilakukan dengan baik. Pertama dengan melakukan persiapan kolam yang baik. Kedua, induk yang ditebar tidak terlalu padat, atau padat tebar induk sesuai dengan yang dianjurkan, yaitu 2 – 4 ekor/m2. Ketiga, induk diberi pakan tambahan setiap hari dengan dosis 3 – 5 persen.  keempat, selama pemeliharaan kualitas air kolam harus tetap dijaga dengan baik.

3.3.5.  pemantauan dan pemanenan larva
Pemantauan induk yang telah memijah dilakukan setiap hari praktikum. Biasanya induk ikan Nila akan memijah 12-14 hari setelah dicampur. Proses pemijahan sendiri dapat berlangsung beberapa periode tergantung pada kesiapan induk yang digunakan. Pada pagi hari biasanya larva akan berada di permukaan air. Karena itu, pemantauan induk yang telah memijah dan sedang mengasuh larva dilakukan di pagi hari. Kemudian jumlah induk yang memijah dicatat, pengambilan larva dilakukan secara langsung dengan menggunakan serokan dan di tampung dalam jolang (baskom plastik) yang telah diberi air secukupnya. Kemudian larva-larva dipindahkan ke bak penampungan larva setelah dihitung jumlahnya. Perhitungan larva dilakukan satu persatu dengan sendok.
Bak penampungan larva telah dipersiapkan sebelumnya sehingga kualitas airnya sudah bagus dan siap digunakan untuk di tebari larva.

3.3.6  Penanganan kualitas air
Penanganan kualitas air dilakukan dengan cara pemberian aerasi, yaitu memasukkan udara kedalam air sehingga terdifusi kedalam air dan kandungan oksigen terlarut menjadi meningkat.

3.4.   Analisa data
3.4.1.  Tingkat kelangsungan hidup
Survival Rate (SR) adalah persentase ikan yang hidup setelah dipelihara dalam waktu tertentu terhadap jumlah awal pemeliharaan. Untuk menghitung SR dapat digunakan rumus sebagai berikut
SR = (Nt/No) x 100%

Dimana :
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt  = Jumlah ikan yang hidup pada akhir percobaan (ekor)
No = Julah ikan pada awal percobaan (ekor).

            MR adalah presentase jumlah ikan yang mati selama pemeliharaan dalam jangka waktu tertentu, dibandingkan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Untuk menghitung MR dapat digunakan rumus Sebagai berikut :
   MR = (M/No) x 100%

                                                  
3.4.2        Koreksi  feeding rate.

Feeding rate koreksi adalah tingkat perbandingan dari jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tersisa di bagi biomassa induk. Sehingga dengan demikian dapat diketahui jumlah pakan yang dikonsumsi secara nyata oleh ikan.
FR=(∑pakan perhari  - ∑pakan tersisa)/biomassa induk
Σ Pakan = FR x Biomassa

Karena kondisi di lapangan yang tidak menentu maka perlu dilakukan koreksi FR dengan melihat pakan aktualnya.
Pakan aktual =             Σ pakan yang habis                 X 100 %
                                        Σ pakan yang seharusnya diberikan

Maka koreksi Feeding Rate-nya dapat dicari dengan menggunakan rumus:
FR Terkoreksi  =             Jumlah Pakan Perhari      
                                                                Biomassa
 IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil
          Tingkat kelangsungan hidup pembenihan ikan nila  pada 5 departemen yang berbeda, ditunjukkan oleh gambar grafik di bawah ini.
              
   Gambar 2. Grafik tingkat kelangsungan hidup larva nila

            Berdasarkan gambar gafik diatas diketahui bahwa departemen MSP memiliki tingkat kelangsungan hidup larva terbesar  yaitu 92,74% dimana jumlah tebar larva nila awal sebesar 634 dan jumlah panen larva sebesar 588. Kemudian departemen ITK sebesar 91,61% lalu departemen THP sebesar 90,24% dilanjutkan departemen BDP sebesar 87.15% dan yang terakhir departemen PSP dengan nilai tingkat kelangsungan hidup larva paling kecil diantara departemen lainnya yaitu sebesar 84,13% dengan jumlah tebar larva awal pada akuarium sebanyak 1103, sedangkan jumlah panen larva selama proses pembenihan ikan nila berlangsung sebanyak 928 ekor yang berarti jumlah larva ikan nila yang mati sebanyak 175 ekor.

            Berikut merupakan tabel koreksi FR (Feeding Rate) pembenihan ikan nila untuk departemen ITK.
  Tabel 1. Koreksi FR induk ikan nila ITK
Keterangan
Bobot (gram)
Koreksi FR
Pakan yang disiapkan
2580
1,98
Pakan aktual (pakan yang disiapkan – pakan sisa)
2454
Biomassa akhir induk
5505
                                    

             Dalam proses pembenihan ikan nila, pemijahan indukan nila jantan dengan nila betina merupakan proses yang harus dilakukan terlebih dahulu. Untuk melakukan praktikum pemijahan dan pembenihan indukan ikan nila, departemen ITK membutuhkan jumlah pakan sebesar 2580 gram bagi 12 indukan nila. Pada kenyataannya, jumlah pakan aktual yang digunakan selama proses pembenihan dilakukan sebanyak 2454 gram pakan. Setelah melakukan penghitungan biomassa akhir indukan nila, diketahui nilai FR sebesar 1,98 pada jumlah pakan yang diberikan. Dengan nilai FR 1,98 ini berarti dibutuhkan 1,98 gram pakan untuk menaikan bobot ikan sebesar 1 gram.
4.2  Pembahasan        
Kelangsungan hidup atau survival rate adalah tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup pada akhir dan awal penelitian. Sehingga dengan demikian dapat diketahui dan dihitung jumlah ikan yang mati. FR koreksi adalah tingkat perbandingan dari jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tersisa di bagi biomassa induk. Sehingga dengan demikian dapat diketahui jumlah pakan yang dikonsumsi secara nyata oleh ikan. Pengetahuan mengenai nilai FR sangat penting, karena nilai FR dapat menggambarkan keefisienan jumlah pakan yang digunakan untuk menaikkan bobot ikan sebesar 1 gram. Semakin kecil nilai FR maka semakin kecil pula pengeluaran yang harus dilakukan oleh pembudidaya, begitu juga sebaliknya.
           

                        Nilai FR dapat dihitung dengan menggunakan rumus
      FR Terkoreksi  =             Jumlah Pakan Perhari      
                                                                  Biomassa
            Pakan aktual dihitung dengan mengurangi jumlah pakan yang disediakan selama proses pembenihan dengan sisa pakan. Dengan menggunakan rumus ini, didapatkan nilai FR yang dimiliki departemen ITK sebesar 1.98%, artinya  nilai FR koreksi yang dimilki oleh departemen ITK sudah baik karena mendekati nilai FR koreksi literatur yaitu sebesar 2%. Nilai FR koreksi yang jauh melebihi 2% menunjukan pemberian pakan yang berlebih, sehingga dapat mengakibatkan medium atau tempat pemijahan ikan nila tersebut menjadi kurang baik kualitas airnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan selama proses pembenihan ikan nila berlangsung, maka diperoleh nilai SR ikan nila yang dimiliki departemen ITK sebesar 91,61% yang berarti nilai SR departemen ITK sudah baik karena melebihi SR dari literatur sebesar 80%. Dapat dikatakan bahwa proses pembenihan bagi departemen ITK berhasil, dikarenakan nilai SR yang dimiliki lebih dari ¾ nilai SR yang semestinya, selain itu mahasiswa juga mampu menguasai pengetahuan tentang budidaya pembenihan ikan nila sekaligus dapat melakukan kegiatan pembenihan ikan nila dengan cara menerapkan prinsip-prinsip akuakultur di lapangan. Mahasiswa juga dapat menyelesaikan mata kuliah Dasar-Dasar Akuakultur dengan baik.

4.1. Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan praktikum sesuai dengan jadwal yang telah di tentukan dan dapat melaksanakan praktikum sesuai dengan panduan modul yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T.I.S. 1995. Pengaruh Suhu dan Lama Kejutan Panas Terhadap Keberhasilan Tetrapodisasi Ikan Nila Merah (Oreochromis sp), Skripsi. Fakultas Perikanan IPB Bogor. (tidak dipublikasikan). 43 halaman.
Anonim (2010).http://bbat.pembenihan ikan nila sukabumi.co.id/ nila/morfologi
        (terhubung   berkala). 7 Desember 2010.
Trewavas, E.1982. Tilapias: taxonomy and spesification. ICLARM. Internasional centre for living Aquatic resource Manajement. Manila, Filipina.
Suryanto. S. R.1994. Nila Penebar Swadaya. Jakarta. 105 hal. http://id.wiki.detik.com/wiki/Ikan_nila/morfologi (7 Desember 2010).
Watanabe, T. 1998. Nutrition and Mariculture. JICA Texybook. The General Aquaculture Course. Department of Aquatic Bioscience. Tokyo University of Fisheries. Tokyo
Webster. 2002. Kebutuhan Nutrien Ikan. http://bbat-sukabumi.tripoid.com/kebutuhan_ikan_benih_gift.htm(7 Desember 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar