Kamis, 14 Agustus 2014

TUTORIAL ERMAPPER


Langkah-langkah Praktikum (tutorial praktikum)
1.      Install Software ER mapper pada PC atau Notebook.
2.      Buka Program ER mapper yang telah di Install. Pilih open lalu pilih volume lalu open citra yang kita pilih.

3.        Untuk mengolah data selanjutanya kita akan coba mempelajari caranya menggabungkan band. Klik duplikat pada  band yang ingin kita gabungkan, pada tutorial kali ini kita hanya menggabungkan 5 band saja.
4.      Kita akan memberi nama bandnya dengan b1-b5, sperti gambar diatas.
5.      Pilih ok this layer only pada kelima citra yang kita ingin gabungkan.
6.      Simpan files yang sudah kita edit dengan cara save lalu dengan format ER mapper data rooster lalu save.
7.      Buka file yang telah kita gabungkan untuk membuat komponen tiga layer yaitu RGB. Seperti gambar  di bawah ini.







8.      Metode ini selain untuk menggambarkan RGb ini bisa juga  mencari  suatu wilayah tertentu yang kita cari untuk membuat tampilan tertentu.  Selain itu juga dapat digunakan untuk men zooming wilayah  tertentu.

Potensi Kelautan Indonesia US$ 171 Miliar

Sektor kelautan dan perikanan memiliki peranan penting dan berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena potensinya yang sangat besar. Dimana, nilai potensi dan kekayaan sumber daya alam yang terdapat pada sektor kelautan dan perikanan diproyeksikan mencapai US$ 171 miliar per tahun. Oleh karena itu, kedepan pengarusutamaan (mainstreaming) sektor kelautan dan perikanan dalam pembangunan nasional harus terus didorong, salah satunya melalui kegiatan promosi berskala internasional. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo pada acara Grand Launching Marine and Fisheries Expo and Conference 2014 di Jakarta (13/8).
 
Sharif menjelaskan, potensi dan kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi perikanan, pariwisata bahari, energi terbarukan, mineral di dasar laut, minyak dan gas bumi, pelayaran, industri maritim dan jasa kelautan. “Secara rinci nilai potensi tersebut meliputi perikanan US$ 32 miliar, wilayah pesisir US$ 56 miliar, bioteknologi US$ 40 miliar, wisata bahari US$ 2 miliar, minyak bumi US$ 21 miliar dan transportasi laut US$ 20 miliar”, ungkap Sharif. 
 
Menurut Sharif, penyelenggaraan Marine and Fisheries Expo and Conference (MFEC) 2014 memiliki arti penting dalam mengkomunikasikan peran penting sektor kelautan dan perikanan pada seluruh stakeholders termasuk masyarakat luas. Selain itu, kegiatan ini merupakan sarana yang tepat dalam mempromosikan produk, jasa dan teknologi serta peluang investasi dibidang kelautan dan perikanan.  “Penyelenggaraan tersebut akan hadir berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, lembaga internasional, akademisi, investor dan pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan dari dalam maupun luar negeri”, kata Sharif.
 
Kegiatan MFEC 2014 akan dibagi menjadi dua tahapan. Pertama, MFEC 2014 yang akan dilaksanakan pada tanggal 27-29 Agustus 2014 dengan tema Fisheries for Food Security yang difokuskan pada bidang kegiatan perikanan. Kegiatannya meliputi Indonesia Aquaculture Expo and Seminar (Indo Aqua), Indonesia Pear Festival (IPF), Indonesia Seafood Expo (ISE), Indonesian Ornamental Fish Non Edible Product Expo (INOFEX) serta Business Conference sektor kelautan dan perikanan. “Sedangkan tahap kedua adalah Ocean Investment Summit pada akhir bulan September 2014 dan akan didukung juga dengan expo dari tujuh sektor ekonomi maritim”, jelas Sharif. 
 
 
Industrialisasi Kelautan dan Perikanan 
 
Sharif menambahkan, pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dilaksanakan selama ini telah membawa hasil yang cukup menggembirakan. Hal tersebut ditunjukan dengan hasil pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dicapai dalam waktu dua tahun terakhir ini, antara lain didorong oleh penerapan kebijakan percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan. “Industrialisasi kelautan dan perikanan pada dasarnya merupakan pengembangan dan penguatan industri berbasis sumberdaya domestik, yang pastinya memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) yang tinggi”, jelas Sharif.
 
Menurut Sharif, industri di sektor kelautan dan perikanan kian strategis, mengingat industri ini memiliki keterkaitan dengan sektor sektor lainnya, baik keterkaitan ke belakang (backward linkages) maupun keterkaitan ke depan (forward linkages). “Oleh karena itu, sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi dijadikan sebagai motor penggerak perekonomian daerah maupun nasional”, tambahnya. 
 
Sharif menegaskan, kebijakan percepatan pembangunan kelautan dan perikanan melalui industrialisasi, pada hakekatnya didasarkan pada konsep blue economy. “Sekali lagi saya tegaskan, penerapan konsep blue economy dalam industrialisasi kelautan dan perikanan adalah sangat penting, karena untuk mengoreksi pola industrialisasi konvensional yang sering merusak lingkungan, boros sumberdaya dan energi, dan menimbulkan kesenjangan sosial”, ujar Sharif. 
 
Blue economy diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien, tanpa limbah, namun dapat melipatgandakan manfaat ekonomi, membuka lapangan kerja lebih luas, meningkatkan pendapatan masyarakat dan sekaligus melindungi lingkungan dari kerusakan. 
 
 
Jakarta, 13  Agustus  2014
 
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Pelaksana Tugas 
 
 
Anang Noegroho
 
Narasumber :
1. Saut P. Hutagalung
   Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
2. Anang Noegroho
   Plt. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
 
-- 

Pusat Data Statistik dan Informasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari I lantai 3A
JL. Medan Merdeka Timur No.16
Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3519070 ext. 7440
Fax. (021) 3519133 
 

Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Tanggal 13 Agustus - 14 Agustus 2014


Peta Prakiraan Daerah Bali, Jawa dan Nusa Tenggara


KKP Konsisten Perjuangkan Subsidi BBM Nelayan

KKP NEWS || Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara konsisten akan terus memperjuangkan nasib nelayan untuk mendapatkan jatah solar bersubsidi sehingga tetap dapat melaut. Untuk merealisasikan hal tersebut, KKP telah bersinergi dengan stakeholder terkait, seperti Kementerian ESDM, BPH MIGAS, serta Pertamina.
 
“Kita telah mengagendakan rapat hingga tiga kali guna memperjuangkan nasib nelayan dalam mendapatkan jatah solar bersubsidi,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo seusai acara Grand Launching Marine and Fisheries Expo and Conference 2014 di Jakarta (13/8). 
 
Sharif menjelaskan, Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komponen penting bagi nelayan. Biaya yang dikeluarkan untuk BBM mengambil porsi 70 persen  dari total biaya melaut. Sehingga jika kebutuhan akan BBM bersubsidi ini terlalu mahal, maka nelayan tidak bisa melaut yang berujung pada lesunya sektor industri perikanan, lantaran tidak mendapat pasokan. 
 
Jika diibaratkan, nasib para nelayan sama dengan para petani. Sebagai masyarakat kelas menengah ke bawah, nelayan dan  petani masih mendapat subsidi pupuk dan benih. Namun demikian, benih dan pupuk tidak dipakai nelayan. Karena itu, subsidi yang paling tepat untuk nelayan adalah BBM bersubsidi. “KKP mendapatkan anggaran cuma Rp 6 triliun, tidak pernah dapat subsidi yang ditugasi mengurusi banyak nelayan kecil. Enggak bener begini,” tegas Sharif. 
 
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah menerbitkan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi dikarenakan persediaan premium dan solar bersubsidi yang ada sangat terbatas. BPH MIGAS telah mengeluarkan Surat Edaran No. 937/07/Ka.BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 perihal Pengendalian Konsumsi BBM Tertentu Tahun 2014. Diantaranya, BBM jenis minyak solar (Gas Oil) dikurangi 20 persen di lembaga penyaluran nelayan(SPBB/SPBN/SPDN/APMS).
 
Di sisi lain, lanjut Sharif, untuk mengawasi distribusi penyaluran BBM bersubsidi, KKP berencana akan meregistrasi kapal-kapal perikanan, berapa hari mereka pergi, serta berapa banyak ikan yang didaratkan. Lewat strategi ini, ia menilai kebutuhan BBM dapat dikalkulasikan secara tepat, apakah berlebih atau kurang. 
 
Semisalnya,  tingkat kebutuhan BBM nelayan di kawasan timur Indonesia berbeda dengan kawasan barat Indonesia seperti, Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Ia menjelaskan bahwa, kebutuhan BBM di kawasan barat Indonesia membutuhkan jatah BBM bersubsidi lebih banyak jika dibandingkan kawasan timur Indonesia. Pasalnya, di wilayah barat ini para nelayan melaut lebih jauh hingga 100 150 mil, selain itu  terdapat pula sentra-sentra industri perikanan. 
 
Dalam kesempatan tersebut, Sharif juga mengingatkan agar pihak Pertamina selaku pelaksana penyaluran BBM dapat mengontrol SPDN maupun SPBU untuk tidak menolak nelayan yang memiliki kartu nelayan. 
 
Seperti diketahui, persediaan BBM bersubsidi sangat terbatas. Bahkan hingga Juli 2014, persediaan premium tinggal 42 persen dan solar bersubsidi tinggal 40 persen dari kuota tahun ini. Untuk premium diperkirakan akan habis pada 19 Desember 2014 dan solar bersubsidi pada 30 November 2014.
 
Selain itu berdasarkan UU 12/2014 tentang Perubahan UU 23/2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 (APBNP 2014) telah ditetapkan perubahan kuota nasional jenis BBM tertentu dari 48 Juta KL menjadi 46 Juta KL. 
 
 
--
Pusat Data Statistik dan Informasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari I lantai 3A
JL. Medan Merdeka Timur No.16
Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3519070 ext. 7440
Fax. (021) 3519133

Solar Dibatasi, Nelayan Pantai Selatan Tak Melaut

TEMPO.CO, Bandung - Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat Jafar Ismail mengatakan nelayan di hampir seluruh pantai selatan Jawa Barat kesulitan melaut gara-gara pembatasan penjualan solar bersubsidi. "Mereka mengeluh karena sekarang sulit mendapatkan solar dan ada penjatahan," ujarnya di Bandung, Kamis, 14 Agustus 2014.

Jafar mencontohkan, nelayan di Pantai Pangandaran, misalnya, dibatasi pembelian solar maksimal hanya 30 liter. Tak hanya itu, tidak semua nelayan yang mengantre membeli bisa mendapatkan solar. "Misalkan, dari 100 orang yang mengantre, hanya 60 orang yang dapat." (Baca: Organda Jabar Minta Pembatasan BBM Subsidi Dicabut)

Gara-gara pembatasan pembelian solar tersebut, 40 persen nelayan memilih tidak melaut. Terutama kapal-kepal nelayan berukuran besar yang membutuhkan asupan solar besar. Akibatnya, ujar Jafar, pembatasan itu mulai berimbas pada harga ikan tangkapan laut yang melambung.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Ferry Sofwan Arief menuturkan fluktuasi harga ikan laut di Jawa Barat rentan terpengaruh faktor cuaca dan ketersediaan solar. "Kenaikannya bervarias antara 30 persen sampai 50 persen, tergantung jenis ikannya," katanya. (Baca: Nelayan Kupang Protes Pembatasan Solar Bersubsidi)

Ferry berujar, dari pantauan harga bahan makanan pokok yang diamati sejak 4 Agustus 2014--saat dimulainya pembatasan penjualan bahan bakar minyak bersubsidi, selain harga ikan, bahan makanan lainnya tidak terpengaruh. Bahkan saat ini mayoritas harga bahan makanan di Jawa Barat sudah cenderung turun. Daging sapi, misalnya, pada 4 Agustus 2014 harganya rata-ratanya Rp 110 ribu, saat ini turun menjadi Rp 99 ribu per kilogram. Lalu, harga daging ayam dari Rp 36 ribu menjadi Rp 30 ribu per kilogram, cabai keriting dari Rp 20 ribu menjadi Rp 15 ribu per kilogram, dan telur ayam dari Rp 19 ribu menjadi Rp 18 ribu per kilogram. Sedangkan cabai, bawang, serta beras masih stabil. (Baca: Subsidi Dibatasi, Nelayan Jakarta Antre)

Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat mencatat konsumsi ikan warga Jawa Barat baru 24 kilogram per kapita per tahun. Angka ini masih di bawah angka konsumsi nasional yang sudah tembus 35,4 kilogram per kapita per tahun. Produksi ikan Jawa Barat pada 2013 menembus 1,15 juta ton. Dari jumlah itu, produksi ikan tangkapnya baru 200 ribuan ton per tahun, dan sisanya berasal dari budidaya ikan.