“Kita telah mengagendakan rapat hingga tiga kali guna memperjuangkan nasib nelayan dalam mendapatkan jatah solar bersubsidi,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo seusai acara Grand Launching Marine and Fisheries Expo and Conference 2014 di Jakarta (13/8).
Sharif
menjelaskan, Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komponen penting bagi
nelayan. Biaya yang dikeluarkan untuk BBM mengambil porsi 70 persen
dari total biaya melaut. Sehingga jika kebutuhan akan BBM bersubsidi
ini terlalu mahal, maka nelayan tidak bisa melaut yang berujung pada
lesunya sektor industri perikanan, lantaran tidak mendapat pasokan.
Jika
diibaratkan, nasib para nelayan sama dengan para petani. Sebagai
masyarakat kelas menengah ke bawah, nelayan dan petani masih mendapat
subsidi pupuk dan benih. Namun demikian, benih dan pupuk tidak dipakai
nelayan. Karena itu, subsidi yang paling tepat untuk nelayan adalah BBM
bersubsidi. “KKP mendapatkan anggaran cuma Rp 6 triliun, tidak pernah
dapat subsidi yang ditugasi mengurusi banyak nelayan kecil. Enggak bener
begini,” tegas Sharif.
Seperti
diberitakan sebelumnya, Pemerintah menerbitkan kebijakan pengendalian
BBM bersubsidi dikarenakan persediaan premium dan solar bersubsidi yang
ada sangat terbatas. BPH MIGAS telah mengeluarkan Surat Edaran No.
937/07/Ka.BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 perihal
Pengendalian Konsumsi BBM Tertentu Tahun 2014. Diantaranya, BBM jenis
minyak solar (Gas Oil) dikurangi 20 persen di lembaga penyaluran
nelayan(SPBB/SPBN/SPDN/APMS).
Di
sisi lain, lanjut Sharif, untuk mengawasi distribusi penyaluran BBM
bersubsidi, KKP berencana akan meregistrasi kapal-kapal perikanan,
berapa hari mereka pergi, serta berapa banyak ikan yang didaratkan.
Lewat strategi ini, ia menilai kebutuhan BBM dapat dikalkulasikan secara
tepat, apakah berlebih atau kurang.
Semisalnya,
tingkat kebutuhan BBM nelayan di kawasan timur Indonesia berbeda
dengan kawasan barat Indonesia seperti, Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Ia menjelaskan bahwa, kebutuhan BBM di kawasan barat Indonesia
membutuhkan jatah BBM bersubsidi lebih banyak jika dibandingkan kawasan
timur Indonesia. Pasalnya, di wilayah barat ini para nelayan melaut
lebih jauh hingga 100 150 mil, selain itu terdapat pula sentra-sentra
industri perikanan.
Dalam
kesempatan tersebut, Sharif juga mengingatkan agar pihak Pertamina
selaku pelaksana penyaluran BBM dapat mengontrol SPDN maupun SPBU untuk
tidak menolak nelayan yang memiliki kartu nelayan.
Seperti
diketahui, persediaan BBM bersubsidi sangat terbatas. Bahkan hingga
Juli 2014, persediaan premium tinggal 42 persen dan solar bersubsidi
tinggal 40 persen dari kuota tahun ini. Untuk premium diperkirakan akan
habis pada 19 Desember 2014 dan solar bersubsidi pada 30 November 2014.
Selain
itu berdasarkan UU 12/2014 tentang Perubahan UU 23/2013 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 (APBNP 2014)
telah ditetapkan perubahan kuota nasional jenis BBM tertentu dari 48
Juta KL menjadi 46 Juta KL.
Pusat Data Statistik dan Informasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari I lantai 3A
JL. Medan Merdeka Timur No.16
Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3519070 ext. 7440
Fax. (021) 3519133
Tidak ada komentar:
Posting Komentar