Salah satu persoalan dalam pembuatan keramba apung saat ini adalah masa pakainya yang relatif pendek. Keramba apung dari kayu cepat lapuk, sedangkan dari drum cepat berkarat karena lama terendam di air. Namun, Sentra Teknologi Polimer (STP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kini menemukan solusinya, yaitu keramba terapung dari plastik yang bisa tahan sampai 50 tahun. Meski demikian, disarankan agar setiap 15 tahun keramba itu ditinjau ulang. ”Keramba ini pun dengan mudah dibongkar pasang sehingga dapat digunakan di sungai, danau, bahkan perairan di laut,” kata Rachmat Wijaya, perekayasa keramba apung plastik dari STP BPPT di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Tangerang Selatan pada 13 Januari 2011.
Rachmat selaku Technical Assistant Manager STP didampingi oleh rekannya, Dody A Winarto (Testing Manager STP). Keramba apung plastik diteliti sejak tahun 2008. ”Pada waktu itu, pemerintah daerah di Riau memesan konstruksi keramba apung yang terbuat dari plastik untuk pembudidayaan ikan patin di sungai,” kata Rachmat. Bahan polietilen Dody menambahkan, konstruksi keramba apung plastik menggunakan bahan polietilen, yaitu bahan pembuat plastik yang banyak kita gunakan sehari-hari, misalnya untuk kantong. Pembuatannya menggunakan bahan baku polietilen dasar yang masih berupa bubuk. ”Daur ulang plastik belum kami coba. Polietilen bubuk paling memungkinkan untuk memperoleh daya tahan dan kekuatan keramba apung plastik paling optimal,” kata Dody. Plastik daur ulang biasanya dilebur dan dibuat menjadi potongan-potongan kecil yang disebut pelet. Sementara ini masih digunakan bubuk polietilen untuk memperoleh kerapatan plastik yang lebih tinggi sehingga lebih kuat. Polietilen itu digunakan untuk membentuk ketebalan 8 milimeter pada T-Beam (papan penampang keramba apung plastik).
Menurut Dody, rancangan T-Beam sepanjang 4 meter telah diuji ketahanannya mampu menyangga beban 250 kilogram. Ketika T-Beam diaplikasikan dengan penghubung yang membentuk bujur sangkar, kemampuan menyangga beban mencapai 1 ton sampai 1,5 ton. Jika dibebani lebih dari itu, keramba apung plastik bisa tenggelam. ”Jaring yang dipakai harus menyesuaikan kebutuhan dan mudah didapatkan di pasaran,” kata Dody. Ukuran jaring untuk penebaran benih tentu dibedakan dengan ukuran jaring pembesaran ikan. Keramba apung plastik dengan sifatnya yang antikarat menjadikannya paling cocok untuk jenis ikan di air asin. Desain bongkar pasang keramba apung plastik itu dirancang efisien dalam penambahan unit (mounting). Satu unit berukuran 4 meter x 4 meter. Penambahan unit menyesuaikan bentang lokasi. Jika di sungai, kemungkinannya memanjang. Jika di danau atau di perairan laut, bisa lebih leluasa. ”Investasi untuk pembuatan satu unit yang pernah kami hitung hanya Rp 15 juta,” kata Rachmat. Jika diproduksi secara massal, harga keramba terapung ini bisa lebih murah lagi.
Rekayasa sudah berhasil dilaksanakan, tetapi paten yang menunjang produksi massalnya hingga kini belum diperoleh. Kerja sama Kepala STP BPPT Wawas Swahatafrijiah mengatakan, aplikasi keramba apung plastik masih membutuhkan kerja sama dengan pihak lainnya dalam hal rekayasa pengaturan pakan ikan yang dibudidayakan. ”Pembudidayaan ikan keramba di danau-danau, misalnya. Ini kerap mendatangkan masalah pencemaran air akibat sisa-sisa makanan yang tidak dikonsumsi ikan itu membusuk,” kata Wawas. Pembusukan sisa-sisa makanan menimbulkan dampak algae blooming atau pemekaran alga secara drastis. Hingga pada batas tertentu, alga tersebut menyerap hampir seluruh oksigen di dalam air. Alhasil, algae blooming menyebabkan kandungan oksigen di dalam air turun drastis atau hilang sama sekali untuk suatu masa tertentu. Dampaknya adalah ikan-ikan pasti mati. Menurut Dody, kerja sama dengan pihak lain yang bergerak di bidang teknologi pangan untuk perikanan masih dibutuhkan. Pengaturan pakan untuk ikan budidaya selain mencegah pencemaran juga untuk efisiensi pengeluaran dana. Jika telah tersedia cara pengaturan pakan tersebut, teknologi itu akan melengkapi efisiensi keramba apung plastik yang tidak membutuhkan perawatan rumit ini. Koneksi T-Beam secara knockdown (tidak membutuhkan pengelasan) memudahkan pemasangannya di dalam air. Keramba apung plastik bisa mengurangi penggunaan bahan baku lainnya, seperti kayu, bambu, atau drum. Keberlangsungan industri budidaya dan daya saing perikanan pada akhirnya bisa ditingkatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar