I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kegiatan
budidaya adalah upaya-upaya yang dilakukan manusia untuk
memperbanyak populasi dan menumbuhkan biomassa serta
meningkatkan mutu produk biota akuatik sehingga diperoleh keuntungan. Peningkatan produksi dan produktivitas perairan dan pengelolaan akuakultur
yang berorientasi kepada keuntungan (bisnis) dan
keberlanjutan dari skala kecil,
menengah, dan skala besar akuakultur. Adapun komponen
akuakultur terdiri dari ikan, air (baik
faktor-faktornya secara fisik, kimia atau biologi), pakan, dan wadah, serta
dinamika akibat interaksi antar komponen tersebut.
Usaha budidaya ikan lele sudah banyak dikembangkan
dikalangan masyarakat. Bibitnya yang relatif murah dan mudah didapatkan
merupakan alasan mengapa budidaya lele lebih diminati. Selain itu, pembesarannya
yang mudah dan tidak perlu pemantauan khusus. Harga jualnya tak kalah dengan
ikan-ikan konsumsi lainnya yang beredar dipasaran. Praktikum
pembesaran lele dilakukan agar mahasiswa dapat memahami bagaimana dalam
menerapkan teori-teori yang telah diberikan oleh dosen. Kemudian mahasiswa juga
dituntut untuk dapat mengetahui dan dapat memecahkan masalah-masalah yang ada
dalam proses budidaya tersebut, seperti adanya kematian yang berlebih, kualitas
air yang kurang bagus, kurangnya pakan alami dan lain-lain. Sehingga dengan
adanya pengalaman memecahkan masalah tersebut mahasiswa tahu
bagaimana cara menanganinya secara cepat dan tepat agar budidaya ikan tersebut
dapat berjalan kembali.
1.2
Tujuan
Praktikum
dilakukan agar mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip akuakultur di
lapangan dalam melakukan kegiatan pembesaran ikan lele.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Lele
Ikan
lele adalah salah satu ikan yang berasal dari Taiwan dan pertama kali masuk ke
Indonesia pada tahun 1985 melalui sebuh perusahaan swasta di Jakarta (Suryanto,
1986). Lele (Clarias
sp.) merupakan salah satu dari berbagai jenis ikan yang sudah banyak
dibudidayakan di Indonesia, dalam habitatnya ikan lele sangat fleksibel, dapat
dibudidayakan dengan padat penebaran tinggi, pertumbuhannya sangat pesat, dan
dapat hidup pada lingkungan dengan kadar oksigen rendah.
Gambar
1. Ikan lele (Clarias sp.)
Menurut
Saanin (1984),
klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Filum
: Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias sp.
Ikan
lele (Clarias sp.) adalah ikan yang termasuk dalam golongan catfish.
Ikan lele mudah beradaptasi meskipun dalam lingkungan yang kritis, misalnya
perairan yang kecil kadar oksigennya dan sedikit air. Ikan lele juga termasuk
ikan omnivor, yaitu pemakan segala jenis makanan tetapi cenderung pemakan daging atau karnivora.
Secara alami ikan lele bersifat nokturnal, artinya aktif pada malam hari atau
lebih menyukai tempat yang gelap, tetapi dalam usaha budidaya ikan lele dibuat
beradaptasi menjadi diurnal (Suryanto, 1986).
Ikan lele mempunyai
bentuk badan yang berbeda dengan ikan lainnya, sehingga dapat dengan mudah
dibedakan dengan jenis-jenis ikan lain. Menurut Astuti (2003) ikan lele
memiliki bentuk badan yang memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki
empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat
pernapasan tambahan (arborescent organ). Bagian depan badannya terdapat
penampang melintang yang membulat, sedang bagian tengah dan belakang berbentuk
pipih. Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan dalam kondisi lingkungan
perairan yang sedikit akan kandungan oksigen terlarut disebut dengan arboresence
(Suryanto, 1986). Alat pernapasan tambahan ini terletak di bagian kepala di
dalam rongga yang dibentuk oleh dua pelat tulang kepala. Alat pernapasan ini berwarna
kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler
darah. Mulutnya terdapat dibagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang
sungut, yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar (berfungsi
sebagai tentakel), dan dua pasang sungut mandibula. Insangnya berukuran kecil
dan terletak pada kepala bagian belakang (Pillay, 1990).
Ikan
lele mempunyai jumlah sirip punggung D.68-79, sirip dada P.9-10, sirip perut
V.5-6, sirip anal A.50-60 dan jumlah sungut sebanyak 4 pasang, 1 pasang
diantaranya lebih panjang dan besar. Panjang baku 5-6 kali tinggi badan dan
perbandingan antara panjang baku terhadap panjang kepala adalah 1: 3-4. Ukuran matanya sekitar 1/8 panjang
kepalanya. Giginya berbentuk villiform dan menempel pada rahang.
Penglihatan lele kurang berfungsi dengan baik, akan tetapi ikan lele memiliki
dua buah alat olfaktori yang terletak berdekatan dengan sungut hidung
untuk mengenali mangsanya melalui perabaan dan penciuman. Jari-jari pertama
sirip pektoralnya sangat kuat dan bergerigi pada kedua sisinya serta kasar.
Jari-jari sirip pertama itu mengandung bisa dan berfungsi sebagai senjata serta
alat penggerak pada saat ikan lele berada di permukaan (Rahardjo dan Muniarti,
1984).
Semua jenis ikan lele
berkembang dengan ovipar, yakni pembuahan telur di luar tubuh. Ikan lele
memiliki gonad satu pasang dan terletak disekitar usus. Ikan lele memiliki
lambung yang relatif besar dan panjang. Tetapi ususnya relatif pendek daripada
badannya. Hati dan gelembung renang ikan lele berjumlah 2 dan masing-masing
sepasang.
Habitat
ikan lele di alam adalah di perairan tergenang yang relatif dangkal, ada
pelindung atau tempat yang agak gelap dan lebih menyukai substrat berlumpur.
Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele adalah suhu yang berkisar
antara 20-30oC, akan tetapi suhu optimalnya adalah 27oC,
kandunga oksigen terlarut > 3 ppm, pH 6.5-8 dan NH3 sebesar 0.05
ppm (Khairuman dan Amri, 2002).
2.2 Kelangsungan Hidup
Kelangsungan
hidup adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu. Kelangsungan
hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta
perbandingan antara jumlah makanan dan kepadatannya (Effendi, 2002). Padat
tebar yang terjadi dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat
kelangsungan hidup suatu organisme, terlihat kecenderungannya bahwa makin
meningkat padat tebar ikan maka tingkat kelangsungan hidupnya akan makin kecil
(Allen, 1974).
Kelangsungan
hidup dan pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh nutrisi makanan Selain itu
peningkatan padat tebar ikan juga beRpengaruh terhadap tingkat kelangsungan
hidup ikan (Rukmana, 2003). Nilai tingkat kelangsungan hidup ikan rata-rata
yang baik berkisar antara 73,5-86,0 %. Kelangsungan hidup ikan ditentukan oleh
beberapa faktor, diantaranya kualitas air meliputi suhu, kadar amoniak dan
nitrit, oksigen yang terlarut, dan tingkat keasaman (pH) perairan, serta rasio
antara jumlah pakan dengan kepadatan (Gustav, 1998 dalam Safitri 2007).
Faktor yang
mempengaruhi kelangsungan hidup ikan lele yang perlu diperhatikan adalah padat
tebar, pemberian pakan, penyakit, dan kualitas air. Meskipun ikan lele bisa
bertahan pada kolam yang sempit dengan padat tebar yang tinggi tapi dengan
batas tertentu. Begitu juga pakan yang diberikan kualitasnya harus memenuhi
kebutuhan nutrisi ikan dan kuantitasnya disesuaikan dengan jumlah ikan yang
ditebar. Penyakit yang menyerang biasanya berkaitan dengan kualitas air
(Yuniarti, 2006), sehingga kualitas air yang baik akan mengurangi resiko ikan
terserang penyakit dan ikan dapat bertahan hidup.
2.3 Pertumbuhan
Pertumbuhan yaitu perubahan
ikan dalam berat, ukuran, maupun volume seiring dengan berubahnya waktu.
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal seperti umur dan sifat
genetik ikan yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan
ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal yang meliputi sifat fisika dan
kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas
juga mempengaruhi pertumbuhan (Huet, 1971).
Ketersediaan
pakan dan oksigen sangat penting bagi ikan untuk pertumbuhan. Di sisi lain,
bahan buangan metabolik akan mengganggu pertumbuhan ikan. Pada kondisi kepadatan ikan yang tinggi,
ketersediaan pakan dan oksigen bagi ikan akan berkurang, sedangkan bahan
buangan metabolik ikan tinggi (Hepher, 1978).
2.4 Pakan
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan adalah
frekuensi pemberian pakan dan konversi pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
daging ikan. Pakan alami ikan lele berupa jasad hewani yaitu krustasea kecil,
larva serangga (kutu air, jentik nyamuk), cacing, dan moluska (Susanto, 1988).
Ketersedian pakan alami merupakan faktor pembatas bagi kehidupan benih di
kolam. Ukuran pakan alami harus sesuai dengan bukaan mulut dan mempunyai nilai
gizi yang tinggi. Selain itu, pakan alami mempunyai gerakan yang lambat
sehingga mudah dimakan ikan. Sedangkan pakan buatan merupakan campuran dari
berbagai bahan yang diolah menurut keperluan untuk diberikan ke ikan sebagai
sumber energi. Pemberian pakan pada benih ikan umur 7 sampai 15 hari dalam
bentuk tepung dan remah. Benih umur 15 sampai 30 hari dapat diberi pakan berupa
pelet yang berdiameter ± 1 mm atau disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Pakan
ini diberikan 3-5 kali sehari (Soetomo, 1987).
Frekuensi pemberian pakan adalah jumlah pemberian pakan
per satuan waktu, misalnya dalam satu hari pakan diberikan tiga kali. Pada
ukuran larva frekuensi pemberian pakan harus tinggi karena laju pengosongan
lambungnya lebih cepat. Konversi pakan dapat diartikan sebagai kemampuan
spesies akuakultur mengubah pakan menjadi daging sedangkan efisiensi pakan
adalah bobot basah daging ikan yang diperoleh per satuan berat kering pakan
yang diberikan.
Nilai konversi pakan menunjukkan sejauh mana makanan
efisien dimanfaatkan oleh ikan peliharaan. Konversi pakan tergantung pada
spesies ikan (kebiasaan makan, tingkat tropik, ukuran/ stadia,), kualitas air
meliputi kadar oksigen dan amoniak serta suhu air, dan pakan baik secara
kualitas maupun kuantitas. Efisien pakan berubah sejalan dengan tingkat
pemberian pakan dan ukuran ikan. Menurut Schmitou (1992) dalam Hasanah (2003)
efisiensi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kualitas pakan,
jumlah pakan, spesies ikan, ukuran ikan dan kualitas air. Konversi pakan dan
efisiensi pakan merupakan indikator untuk menentukan efektifitas pakan
(Watanabe, 1988).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
pembesaran ikan lele dilakukan di kolam Departemen Budi Daya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor blok paling ujung di sebelah tempat penjaga satpam. Praktikum
diawali dengan penebaran anakan (benih) lele ke dalam kolam pada tanggal 17 Oktober 2010. Praktikum diakhiri dengan pemanenan lele
tanggal 23 Desember 2010.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan pembesaran lele (Clarias sp.) ini antara lain kolam, timbangan, penggaris, baskom atau ember, serok, anco, dan jaring angkat. Adapun bahan
yang digunakan yaitu anakan lele, pakan buatan, pupuk, dan air.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur
dalam pembesaran lele dilakukan secara berurutan mulai dari persiapan wadah,
penebaran dan pembesaran benih, pemberian pakan, sampling, sampai proses pemanenan.
3.3.1 Persiapan Wadah
Persiapan wadah meliputi pengeringan dasar kolam,
pengapuran, pemupukan, dan pengisian air. Pengeringan kolam
dilakukan dengan membuka saluran outlet dan membuang seluruh air yang ada di
bak, kemudian menjemur di bawah sinar matahari. Pengeringan kolam bertujuan
untuk mempermudah proses mineralisasi dan memutus siklus patogen dalam kolam
ataupun melepas gas berbahaya dan
beracun ke udara. Saat dasar kolam kering dilakukan pengangkatan
lumpur, perbaikan pematang dan pintu air.
Tahap persiapan
wadah selanjutnya yaitu pengisian air yang dilakukan dengan cara membuka inlet
dan membiarkan air mengalir dari penampungan air ke kolam pembesaran ikan. Tinggi
air pada awal pemeliharaan adalah 30 cm dan akan dinaikkan bertahap sesuai umur
lele. Hal penting yang harus diperhatikan yaitu menyesuaikan tinggi saluran
outlet dengan ketinggian air yang dianjurkan. Saluran outlet tidak boleh
terlalu tinggi ataupun terendam air karena akan mempengaruhi volume air yang
dikeluarkan dari kolam.
3.3.2 Penebaran Benih Lele
Penebaran
benih lele sebagai awalan kegiatan pembenihan lele dilakukan oleh seluruh praktikan
dari lima
departemen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan secara bersamaan pada sore
hari. Waktu tersebut dianjurkan karena suhu udara tidak terlalu tinggi sehingga
bisa memudahkan adaptasi anakan lele tersebut setelah pengangkutan.
3.3.3 Pembesaran dan Pemberian Pakan
Tahap
pembesaran meliputi pengontrolan kualitas air, pembuangan ikan yang mati, dan pemberian pakan berkala. Pemberian pakan dilakukan setiap tiga kali sehari oleh praktikan secara bergantian dengan
jadwal pemberian pakan pagi, siang, dan sore. Jumlah pakan yang diberikan tiap
waktu berbeda, bergantung hasil biomassa sampling
sebelumnya dari anakan lele. Untuk pagi hari, diberi pakan sebesar 25%, siang
hari 25%, dan sore hari 50%. Semakin besar biomassa lele, feeding rate(FR)-nya semakin kecil.
3.3.5 Sampling
Selama praktikum pembenihan
lele, praktikan Departemen ITK melakukan sampling tiap minggu sampai menjelang panen. Sampling
pertama dilakukan pada saat benih akan ditebar ke dalam bak. Sampling kedua dilakukan pada saat seminggu setelah benih telah ditebar. Dalam kegiatan sampling dilakukan
beberapa penghitungan sesuai dengan yang dibutuhkan seperti jumlah ikan,
panjang ikan, dan bobot ikan. Ikan yang akan di-sampling diambil dari kolam pembesaran menggunakan jaring angkat
kemudian ditempatkan dalam suatu baskom berisi air sebanyak 30 ekor. Pengukuran
panjang ikan diukur dari ujung kepala hingga ujung ekor menggunakan penggaris. Kemudian
dicari panjang rata-rata dengan menjumlahkan semua panjang yang diperoleh dan
dibagi 30 ekor. Sedangkan pengukuran bobot ikan dilakukan dengan menimbang
sampel per 10 ekor. Bobot yang terhitung dibagi 10. Setelah 30 ekor ditimbang,
bobot rata-rata ketiga penimbangan dibagi dengan 3. Demikianlah diperoleh bobot
rata-rata.
3.3.6 Pemanenan
Kegiatan pemanenan diawali dengan
penyurutan air kolam sampai sekitar ketinggian 20 cm kemudian menampung ikan
dalam ember atau bak plastik besar untuk memudahkan sortasi. Sortasi membagi
lele yang telah dipanen menjadi ukuran daging yaitu sesuai permintaan pasar (in size), big size dan bagian sortiran (under size).
3.4 Analisa Data
Paremeter-parameter seperti
kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang, pertumbuhan mutlak, dan pertumbuhan
spesifik dibutuhkan sebagai tolok ukur apakah benih lele yang dibesarkan
mencapai mutu yang diinginkan.
3.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup akan
menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang
dipelihara. Tingkat kelangsungan hidup dilihat dari
rumus dapat didefinisikan sebagai tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup
pada akhir dan awal praktikum.
Keterangan:
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup
pada akhir praktikum (ekor)
No = Jumlah ikan yang hidup pada awal praktikum (ekor)
3.4.2 Laju Pertumbuhan Harian
Keterangan :
SGR =
Pertumbuhan spesifik (%)
Wt =
Berat pada akhir penelitian (gram)
Wo =
Berat pada awal penelitian (gram)
t =
Waktu yang dibutuhkan dari berat awal hingga mencapai berat akhir (hari)
3.4.3 Pertumbuhan Mutlak (GR)
Pertumbuhan mutlak didefinisikan
sebagai pertumbuhan total dari berat bobot akhir dikurangi bobot awal dibagi
dengan waktu yang diperlukan. Pertumbuhan total dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan:
GR = pertumbuhan mutlak (gr/hari)
Wt = berat rata-rata pada waktu tertentu (gram)
Wo = berat awal saat penebaran benih (gram)
t = waktu pemeliharaan (hari)
3.4.4 Pertumbuhan Panjang Harian
Pertumbuhan panjang harian ikan lele dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Keterangan
:
∆P = Pertumbuhan panjang (cm)
Pi = Pertumbuhan panjang pada hari ke-i (cm)
Po = Pertumbuhan panjang pada hari ke-o (cm)
t = periode pengamatan (hari)
3.4.5 Konversi Pakan
Konversi
pakan dapat diartikan sebagai kemampuan spesies akuakultur mengubah sejumlah
pakan menjadi 1 kg daging. Penghitungan konversi pakan :
Keterangan :
FCR = feed
conversion rate/ konversi pakan
Pt = pakan total (kg)
Bt = bobot total (kg)
Bo = bobot awal penebaran benih (kg)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil
4.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat
kelangsungan hidup (survival rate)
diperoleh dari persentase perbandingan jumlah ikan yang dipanen dengan jumlah
ikan yang ditebar. Data tersebut dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah
ini :
Tabel 1. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele
DEPARTEMEN
|
SR (%)
|
BDP
|
65,51
|
MSP
|
79,19
|
THP
|
90,75
|
PSP
|
95,88
|
ITK
|
53,12
|
Gambar 2. Grafik tingkat kelangsungan hidup
ikan lele
Departemen
yang memiliki tingkat kelangsungan hidup ikan lele tertinggi adalah departemen PSP,
yaitu 95,88% dan yang memiliki tingkat kelangsungan hidup ikan lele terendah
adalah departemen ITK 53,12%. Banyak
hal yang memengaruhi tingkat kelangsungan hidup. Pengaruh-pengaruh tersebut
antara lain: persiapan wadah, pemilihan anakan lele, pemberian pakan,
pengelolaan kualitas air, sampai pada tahap pemanenan ikan lele. Departemen ITK
memiliki nilai SR terendah, faktor utama yang menyebabkan hal itu adalah
frekuensi pemberian pakan yang tidak teratur sehingga menyebabkan blooming fitoplankton. Oleh karena itu
ikan terjadi persaingan yang kuat dalam mendapatkan oksigen antara lele dan
fitoplankton.
4.1.2 Laju Pertumbuhan
Harian (SGR)
Laju
pertumbuhan harian diperoleh dari pengolahan data berdasarkan sampling yang
telah dilakukan. Data tersebut dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini
:
Tabel
2. Pertumbuhan harian ikan lele (Clarias
sp.)
Hari ke-
|
SGR (%)
|
4
|
10,323
|
11
|
12,940
|
18
|
10,397
|
25
|
8,924
|
32
|
8,626
|
39
|
8,874
|
46
|
8,237
|
Gambar
3. Grafik laju pertumbuhan
harian
Laju
pertumbuhan harian lele pada departemen ITK terjadi kenaikan dan penurunan pertumbuhan.
Seperti pada hari ke-4 sampai hari ke-11 mengalami kenaikan pertumbuhan dari 10,323% menjadi 12,94%, sedangkan pada hari ke-11 sampai hari ke-18 mengalami penurunan sebesar 2,543%. Pada hari ke-39 sampai hari ke-46 mengalami penurunan terendah, yaitu hanya tumbuh sebesar 8.237%.
4.1.3 Pertumbuhan Bobot Harian (GR)
Pertumbuhan
bobot hari merupakan selisih bobot rata-rata antara hari ke-i dengan hari ke-0 dibagi dengan periode.
Perhitungan pertumbuhan bobot harian untuk mengetahui pertambahan bobot
rata-rata ikan per harinya setiap sampling. Data tersebut dapat dilihat pada
tabel dan grafik di bawah ini :
Tabel 3.
Pertumbuhan Bobot Harian
Hari ke-
|
GR
|
4
|
0,284
|
11
|
0,604
|
18
|
0,647
|
25
|
0,706
|
32
|
0,968
|
39
|
1,606
|
46
|
1,905
|
Gambar 4. Grafik pertumbuhan
bobot harian
Grafik di
atas merupakan data pertumbuhan bobot harian ikan lele departemen ITK. Secara umum pengamatan yang dilakukan tiap sampling, populasi ikan lele mengalami
pertambahan bobot. Pertumbuhan bobot harian dari hari
ke-0 sampai hari ke-4 adalah 0,284 gram/ekor/hari. Pertumbuhan bobot ikan kurang begitu terlihat pada hari ke-11 sampai ke-25. Sedangkan pertumbuhan
bobot harian tertinggi terdapat pada hari ke-46 (menjelang panen), yaitu
1,906 gram/ekor/hari.
4.1.4 Pertumbuhan Panjang Harian
Pertumbuhan
panjang harian didapat dari selisih bobot rata-rata antara hari ke-i dengan
hari ke-0
dibagi dengan periode. Perhitungan pertumbuhan panjang harian untuk mengetahui
pertambahan panjang rata-rata ikan per harinya setiap sampling. Data tersebut
dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini :
Tabel 4. Pertumbuhan Panjang Harian
Hari ke-
|
Pertumbuhan Panjang
Harian (cm)
|
0
|
0
|
4
|
0,01
|
11
|
0,44
|
18
|
0,54
|
25
|
0,79
|
32
|
1,18
|
39
|
2,57
|
46
|
2,55
|
Gambar 5. Grafik pertumbuhan panjang harian
Grafik di
atas merupakan data pertumbuhan panjang harian ikan lele departemen ITK. Belum terlihat pertumbuhan
panjang dari
hari ke-0 sampai hari ke-4, hanya
sekitar 0,01 cm/ekor/hari. Pertumbuhan panjang terbesar terjadi pada hari
ke-32 sampai hari ke-39, yaitu 2,6 cm/ekor/hari.
4.1.5 Konversi Pakan (FCR)
FCR didapat
dari perbandingan jumlah pakan yang diberikan dengan pertambahan biomassa ikan.
Data dari tabel dan grafik di bawah ini merupakan perbandingan FCR dari tiap
departemen. Data tersebut dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini :
Tabel 5. Konversi
pakan
DEPARTEMEN
|
FCR
|
BDP
|
1,21
|
MSP
|
1,38
|
THP
|
1,66
|
PSP
|
1,44
|
ITK
|
3,05
|
Gambar 6. Grafik konversi pakan
FCR adalah kemampuan
spesies akuakultur mengubah sejumlah pakan menjadi 1 kg daging ikan, artinya semakin kecil nilai FCR maka
semakin efisien dalam pemberian pakan. Departemen BDP
mendapatkan hasil FCR terbaik yaitu sebesar 1,21, sedangkan departemen ITK mendapat hasil FCR terburuk yaitu sebesar 3,05. Sehingga departemen ITK membutuhkan 3,05 kg pakan
untuk menumbuhkan 1 kg daging ikan.
4.1.6 Hasil Panen
Hasil panen
merupakan total biomassa ikan dari hasil pembesaran lele. Total biomassa ikan
terdiri dari biomassa sortiran (small
size), biomassa daging (konsumsi), dan biomassa ikan big size. Data dari tabel dan grafik di bawah ini merupakan
perbandingan hasil panen dari tiap departemen. Data tersebut dapat dilihat pada
tabel dan grafik di bawah ini :
Tabel 6. Hasil
Panen
DEPARTEMEN
|
HASIL
PANEN (kg)
|
BS
|
|
SORTIRAN
|
DAGING
|
||
BDP
|
340
|
338
|
31
|
MSP
|
348
|
172
|
3
|
THP
|
118
|
477
|
155
|
PSP
|
205
|
400
|
43
|
ITK
|
180
|
195
|
27
|
Gambar
7. Hasil
Panen
Hasil panen
lele terbanyak terdapat pada departemen THP yaitu sebesar 750kg. Terbanyak
kedua adalah departemen BDP yaitu sebesar 709kg. Departemen PSP mendapatkan
hasil panen terbanyak ketiga yaitu sebesar 648kg. Terbanyak keempat adalah
departemen MSP yaitu sebesar 523kg. Departemen ITK mendapatkan hasil panen
paling sedikit yaitu sebesar 402kg.
4.1.7 Parameter Kualitas Air
Parameter
kualitas air dari tiap departemen yang digunakan dalam pembesaran lele adalah
suhu dan pH. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 7.
Parameter Kualitas Air
PARAMETER
|
DEPARTEMEN
|
||||
BDP
|
MSP
|
THP
|
PSP
|
ITK
|
|
SUHU (oC)
|
26-31
|
26-30
|
28-29
|
26-28
|
26-28
|
pH
|
5-7
|
6-7
|
6
|
6-7
|
6-8
|
Parameter
kualitas air yang diukur pada pembesaran ikan lele adalah derajat keasaman (pH)
dan suhu kolam. Departemen BDP memiliki kisaran suhu paling luas yaitu 26-31oC sedangkan departemen THP memiliki kisaran suhu
paling sempit, yaitu 28-29 oC . kisaran suhu yang berbeda-beda
dikarenakan cuaca pada saat pengukuran suhu, ketika pengukuran dilakukan pada
siang hari dan cuaca sedang panas maka suhu kolam akan naik. Nilai bacaan termometeRpun
akan naik juga karena suhu yang tinggi. Pada
pengukuran pH di kolam pembesaran lele dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Nilai kisaran pH terendah yaitu pada departemen BDP yaitu 5-7 (dibawah
standar). Penurunan nilai pH diakibatkan karena pengaruh curah hujan di lokasi
tersebut. Air hujan dapat menurunkan nilai pH kolam budidaya. Nilai pH
tertinggi adalah kolam departemen ITK yang mencapai pH 8. Kisaran pH yang baik
untuk pembesaran ikan lele adalah 6-9.
4.2 Pembahasan
Tingkat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) adalah persentase
perbandingan antara jumlah organisme yang hidup pada saat dipanen dengan jumlah
benih yang ditebar diawal. SR dipengaruhi oleh beberapa faktor, dari mulai
ersiapan wadah budidaya sampai pemanenan. Nilai SR ITK paling kecil, hal itu
disebabkan oleh pemberian pakan yang tidak teratur dan cenderung diberikan ke
dalam satu waktu dalam satu hari itu.
Laju
pertumbuhan harian lele pada departemen ITK terjadi kenaikan dan penurunan pertumbuhan.
Seperti pada hari ke-4 sampai hari ke-11 mengalami kenaikan pertumbuhan dari 10,323% menjadi 12,94%, sedangkan pada hari ke-11 sampai hari ke-18 mengalami penurunan sebesar 2,543%. Pada hari ke-39 sampai hari ke-46 mengalami penurunan terendah, yaitu hanya tumbuh sebesar 8.237%. Secara umum lele
mengalami pertumbuhan bobot dari hari kehari. Walaupun departemen ITK
mendapatkan jenis ukuran ikan lele yang bervariasi dan beRpengaruh pada saat sampling.
Pada kondisi kepadatan ikan yang tinggi,
ketersediaan pakan dan oksigen bagi ikan akan berkurang, sedangkan bahan
buangan metabolik ikan tinggi. Awal pertumbuhan ikan, pertumbuhan yang terjadi
hanya sedikit, namun semakin besar ikan, pertumbuhannya semakin besar. Pertumbuhan bobot harian dari hari ke-0 sampai hari ke-4 adalah 0,284 gram/ekor/hari. Pertumbuhan
bobot ikan kurang begitu terlihat pada hari ke-11 sampai ke-25. Sedangkan pertumbuhan bobot harian tertinggi
terdapat pada hari ke-46 (menjelang panen), yaitu 1,906 gram/ekor/hari. Hal tersebut sesuai dengan yang ada pada literatur. Data Pertumbuhan
panjang yang diperoleh menandakan bahwa pertumbuhan selalu berkembang, tidak
mengalami penurunan.
Konversi pakan dapat diartikan
sebagai kemampuan spesies akuakultur mengubah pakan menjadi 1 kg daging ikan. Nilai konversi pakan menunjukkan bahwa sejauh
mana makanan efisien dimanfaatkan oleh ikan peliharaan.
Departemen BDP mendapatkan hasil FCR terkecil yaitu sebesar 1,21. Departemen ITK mendapat
hasil FCR terbesar yaitu sebesar 3,05. Jika FCR semakin kecil, maka pemberian pakan akan semakin efisien. Departemen BDP memiliki konversi pakan yang terkecil atau dapat
dibilang yang terbaik karena 1,21 kg pakan menghasilkan 1 kg daging ikan dan
departemen ITK membutuhkan 3,05 kg pakan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan.
Parameter
kualitas air dilihat dari suhu dan pH-nya. Pada literatur, suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar
antara 22-32oC dan pH-nya adalah 6-9. Berdasarkan literatur yang
ada, suhu dari tiap departemen sesuai dengan literatur, namun pH pada departemen
BDP memiliki pH yang lebih asam yaitu kisaran 5-7.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Praktikum pembesaran ikan lele
(Clarias sp) yang dilakukan praktikan
mulai dari pembesaran sampai pemanenan telah dilaksanakan dengan baik dan
secara berkelanjutan. Dapat
disimpulkan dari hasil kegiatan pembesaran lele perlu persiapan yang matang,
mulai dari persiapan wadah sampai pada tahap pemanenan. Dengan melakukan
prosedur yang benar dalam pembesaran ikan lele, maka kita akan mendapatkan
hasil yang optimal. Faktor yang paling berpengaruh terhadap pembesaran ikan
lele adalah pemberian pakan dan frekuensinya. Sedangkan untuk kualitas air
tidak begitu beRpengaruh, karena lele tahan terhadap kondisi ekstrem.
5.2
Saran
Kegiatan praktikum pembesaran
lele ini memberi kesempatan bagi praktikan untuk langsung mengaplikasikan teori
yang telah didapat. Semakin banyak pengetahuan praktikan tentang kegiatan
pembesaran dan seluruh aspek-aspeknya, maka tingkat keberhasilan dalam kegiatan
pembesaran akan semakin besar. Hal-hal tersebut memberikan manfaat dan
pengalaman bagi praktikan di masa yang akan datang. Beberapa hal yang harus
diperbaiki ke depannya seperti keefektifan kelas dan suasana kelas yang
seharusnya dibuat lebih kondusif dalam pemberian teori.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. PT Penebar Swadaya. Jakarta
Astuti, Asrini Budi.
2003. Interaksi Pestisida dan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada
Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.). Skripsi. Departemen Budidaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Khairuman dan Amri,
Khairul, 2002. Budidaya Lele Dumbo secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Pillay, T. V. R.
1990. Aquaculture, Principles and Practices. Fishing News Books, Oxford,
London, Edinburgh, Cambridge, Victoria.
Rahardjo,
MF dan Muniarti. 1984. Anatomi beberapa jenis Ikan ekonomis penting di
Indonesia. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
Saanin, 1984. Taksonomi dan Kunci
Identifikasi Ikan Volume I dan II. Bina Rupa Aksara. Jakarta
Suyanto, S.R. 1986. Budidaya
Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. 88 hal.
selamat pagi bang.. referensinya kok tidak lengkap..
BalasHapusbole saya minta referensinya bang.. kebetulan saya lagi melaksakan penyusunan skripsi saya,,mohon bantuannya..
Kegiatan praktikum pembesaran lele ini memberi kesempatan bagi praktikan untuk langsung mengaplikasikan teori yang telah didapat. Semakin banyak pengetahuan praktikan tentang kegiatan pembesaran dan seluruh aspek-aspeknya, maka tingkat keberhasilan dalam kegiatan pembesaran akan semakin besar. Hal-hal tersebut memberikan manfaat dan pengalaman bagi praktikan di masa yang akan datang. Beberapa hal yang harus diperbaiki ke depannya seperti keefektifan kelas dan suasana kelas yang seharusnya Umpan Ikan Mas
BalasHapus