Kamis, 14 Agustus 2014

TUTORIAL ERMAPPER


Langkah-langkah Praktikum (tutorial praktikum)
1.      Install Software ER mapper pada PC atau Notebook.
2.      Buka Program ER mapper yang telah di Install. Pilih open lalu pilih volume lalu open citra yang kita pilih.

3.        Untuk mengolah data selanjutanya kita akan coba mempelajari caranya menggabungkan band. Klik duplikat pada  band yang ingin kita gabungkan, pada tutorial kali ini kita hanya menggabungkan 5 band saja.
4.      Kita akan memberi nama bandnya dengan b1-b5, sperti gambar diatas.
5.      Pilih ok this layer only pada kelima citra yang kita ingin gabungkan.
6.      Simpan files yang sudah kita edit dengan cara save lalu dengan format ER mapper data rooster lalu save.
7.      Buka file yang telah kita gabungkan untuk membuat komponen tiga layer yaitu RGB. Seperti gambar  di bawah ini.







8.      Metode ini selain untuk menggambarkan RGb ini bisa juga  mencari  suatu wilayah tertentu yang kita cari untuk membuat tampilan tertentu.  Selain itu juga dapat digunakan untuk men zooming wilayah  tertentu.

Potensi Kelautan Indonesia US$ 171 Miliar

Sektor kelautan dan perikanan memiliki peranan penting dan berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena potensinya yang sangat besar. Dimana, nilai potensi dan kekayaan sumber daya alam yang terdapat pada sektor kelautan dan perikanan diproyeksikan mencapai US$ 171 miliar per tahun. Oleh karena itu, kedepan pengarusutamaan (mainstreaming) sektor kelautan dan perikanan dalam pembangunan nasional harus terus didorong, salah satunya melalui kegiatan promosi berskala internasional. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo pada acara Grand Launching Marine and Fisheries Expo and Conference 2014 di Jakarta (13/8).
 
Sharif menjelaskan, potensi dan kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi perikanan, pariwisata bahari, energi terbarukan, mineral di dasar laut, minyak dan gas bumi, pelayaran, industri maritim dan jasa kelautan. “Secara rinci nilai potensi tersebut meliputi perikanan US$ 32 miliar, wilayah pesisir US$ 56 miliar, bioteknologi US$ 40 miliar, wisata bahari US$ 2 miliar, minyak bumi US$ 21 miliar dan transportasi laut US$ 20 miliar”, ungkap Sharif. 
 
Menurut Sharif, penyelenggaraan Marine and Fisheries Expo and Conference (MFEC) 2014 memiliki arti penting dalam mengkomunikasikan peran penting sektor kelautan dan perikanan pada seluruh stakeholders termasuk masyarakat luas. Selain itu, kegiatan ini merupakan sarana yang tepat dalam mempromosikan produk, jasa dan teknologi serta peluang investasi dibidang kelautan dan perikanan.  “Penyelenggaraan tersebut akan hadir berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, lembaga internasional, akademisi, investor dan pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan dari dalam maupun luar negeri”, kata Sharif.
 
Kegiatan MFEC 2014 akan dibagi menjadi dua tahapan. Pertama, MFEC 2014 yang akan dilaksanakan pada tanggal 27-29 Agustus 2014 dengan tema Fisheries for Food Security yang difokuskan pada bidang kegiatan perikanan. Kegiatannya meliputi Indonesia Aquaculture Expo and Seminar (Indo Aqua), Indonesia Pear Festival (IPF), Indonesia Seafood Expo (ISE), Indonesian Ornamental Fish Non Edible Product Expo (INOFEX) serta Business Conference sektor kelautan dan perikanan. “Sedangkan tahap kedua adalah Ocean Investment Summit pada akhir bulan September 2014 dan akan didukung juga dengan expo dari tujuh sektor ekonomi maritim”, jelas Sharif. 
 
 
Industrialisasi Kelautan dan Perikanan 
 
Sharif menambahkan, pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dilaksanakan selama ini telah membawa hasil yang cukup menggembirakan. Hal tersebut ditunjukan dengan hasil pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dicapai dalam waktu dua tahun terakhir ini, antara lain didorong oleh penerapan kebijakan percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan. “Industrialisasi kelautan dan perikanan pada dasarnya merupakan pengembangan dan penguatan industri berbasis sumberdaya domestik, yang pastinya memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) yang tinggi”, jelas Sharif.
 
Menurut Sharif, industri di sektor kelautan dan perikanan kian strategis, mengingat industri ini memiliki keterkaitan dengan sektor sektor lainnya, baik keterkaitan ke belakang (backward linkages) maupun keterkaitan ke depan (forward linkages). “Oleh karena itu, sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi dijadikan sebagai motor penggerak perekonomian daerah maupun nasional”, tambahnya. 
 
Sharif menegaskan, kebijakan percepatan pembangunan kelautan dan perikanan melalui industrialisasi, pada hakekatnya didasarkan pada konsep blue economy. “Sekali lagi saya tegaskan, penerapan konsep blue economy dalam industrialisasi kelautan dan perikanan adalah sangat penting, karena untuk mengoreksi pola industrialisasi konvensional yang sering merusak lingkungan, boros sumberdaya dan energi, dan menimbulkan kesenjangan sosial”, ujar Sharif. 
 
Blue economy diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien, tanpa limbah, namun dapat melipatgandakan manfaat ekonomi, membuka lapangan kerja lebih luas, meningkatkan pendapatan masyarakat dan sekaligus melindungi lingkungan dari kerusakan. 
 
 
Jakarta, 13  Agustus  2014
 
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Pelaksana Tugas 
 
 
Anang Noegroho
 
Narasumber :
1. Saut P. Hutagalung
   Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
2. Anang Noegroho
   Plt. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
 
-- 

Pusat Data Statistik dan Informasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari I lantai 3A
JL. Medan Merdeka Timur No.16
Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3519070 ext. 7440
Fax. (021) 3519133 
 

Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Tanggal 13 Agustus - 14 Agustus 2014


Peta Prakiraan Daerah Bali, Jawa dan Nusa Tenggara


KKP Konsisten Perjuangkan Subsidi BBM Nelayan

KKP NEWS || Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara konsisten akan terus memperjuangkan nasib nelayan untuk mendapatkan jatah solar bersubsidi sehingga tetap dapat melaut. Untuk merealisasikan hal tersebut, KKP telah bersinergi dengan stakeholder terkait, seperti Kementerian ESDM, BPH MIGAS, serta Pertamina.
 
“Kita telah mengagendakan rapat hingga tiga kali guna memperjuangkan nasib nelayan dalam mendapatkan jatah solar bersubsidi,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo seusai acara Grand Launching Marine and Fisheries Expo and Conference 2014 di Jakarta (13/8). 
 
Sharif menjelaskan, Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komponen penting bagi nelayan. Biaya yang dikeluarkan untuk BBM mengambil porsi 70 persen  dari total biaya melaut. Sehingga jika kebutuhan akan BBM bersubsidi ini terlalu mahal, maka nelayan tidak bisa melaut yang berujung pada lesunya sektor industri perikanan, lantaran tidak mendapat pasokan. 
 
Jika diibaratkan, nasib para nelayan sama dengan para petani. Sebagai masyarakat kelas menengah ke bawah, nelayan dan  petani masih mendapat subsidi pupuk dan benih. Namun demikian, benih dan pupuk tidak dipakai nelayan. Karena itu, subsidi yang paling tepat untuk nelayan adalah BBM bersubsidi. “KKP mendapatkan anggaran cuma Rp 6 triliun, tidak pernah dapat subsidi yang ditugasi mengurusi banyak nelayan kecil. Enggak bener begini,” tegas Sharif. 
 
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah menerbitkan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi dikarenakan persediaan premium dan solar bersubsidi yang ada sangat terbatas. BPH MIGAS telah mengeluarkan Surat Edaran No. 937/07/Ka.BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 perihal Pengendalian Konsumsi BBM Tertentu Tahun 2014. Diantaranya, BBM jenis minyak solar (Gas Oil) dikurangi 20 persen di lembaga penyaluran nelayan(SPBB/SPBN/SPDN/APMS).
 
Di sisi lain, lanjut Sharif, untuk mengawasi distribusi penyaluran BBM bersubsidi, KKP berencana akan meregistrasi kapal-kapal perikanan, berapa hari mereka pergi, serta berapa banyak ikan yang didaratkan. Lewat strategi ini, ia menilai kebutuhan BBM dapat dikalkulasikan secara tepat, apakah berlebih atau kurang. 
 
Semisalnya,  tingkat kebutuhan BBM nelayan di kawasan timur Indonesia berbeda dengan kawasan barat Indonesia seperti, Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Ia menjelaskan bahwa, kebutuhan BBM di kawasan barat Indonesia membutuhkan jatah BBM bersubsidi lebih banyak jika dibandingkan kawasan timur Indonesia. Pasalnya, di wilayah barat ini para nelayan melaut lebih jauh hingga 100 150 mil, selain itu  terdapat pula sentra-sentra industri perikanan. 
 
Dalam kesempatan tersebut, Sharif juga mengingatkan agar pihak Pertamina selaku pelaksana penyaluran BBM dapat mengontrol SPDN maupun SPBU untuk tidak menolak nelayan yang memiliki kartu nelayan. 
 
Seperti diketahui, persediaan BBM bersubsidi sangat terbatas. Bahkan hingga Juli 2014, persediaan premium tinggal 42 persen dan solar bersubsidi tinggal 40 persen dari kuota tahun ini. Untuk premium diperkirakan akan habis pada 19 Desember 2014 dan solar bersubsidi pada 30 November 2014.
 
Selain itu berdasarkan UU 12/2014 tentang Perubahan UU 23/2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 (APBNP 2014) telah ditetapkan perubahan kuota nasional jenis BBM tertentu dari 48 Juta KL menjadi 46 Juta KL. 
 
 
--
Pusat Data Statistik dan Informasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari I lantai 3A
JL. Medan Merdeka Timur No.16
Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3519070 ext. 7440
Fax. (021) 3519133

Solar Dibatasi, Nelayan Pantai Selatan Tak Melaut

TEMPO.CO, Bandung - Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat Jafar Ismail mengatakan nelayan di hampir seluruh pantai selatan Jawa Barat kesulitan melaut gara-gara pembatasan penjualan solar bersubsidi. "Mereka mengeluh karena sekarang sulit mendapatkan solar dan ada penjatahan," ujarnya di Bandung, Kamis, 14 Agustus 2014.

Jafar mencontohkan, nelayan di Pantai Pangandaran, misalnya, dibatasi pembelian solar maksimal hanya 30 liter. Tak hanya itu, tidak semua nelayan yang mengantre membeli bisa mendapatkan solar. "Misalkan, dari 100 orang yang mengantre, hanya 60 orang yang dapat." (Baca: Organda Jabar Minta Pembatasan BBM Subsidi Dicabut)

Gara-gara pembatasan pembelian solar tersebut, 40 persen nelayan memilih tidak melaut. Terutama kapal-kepal nelayan berukuran besar yang membutuhkan asupan solar besar. Akibatnya, ujar Jafar, pembatasan itu mulai berimbas pada harga ikan tangkapan laut yang melambung.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Ferry Sofwan Arief menuturkan fluktuasi harga ikan laut di Jawa Barat rentan terpengaruh faktor cuaca dan ketersediaan solar. "Kenaikannya bervarias antara 30 persen sampai 50 persen, tergantung jenis ikannya," katanya. (Baca: Nelayan Kupang Protes Pembatasan Solar Bersubsidi)

Ferry berujar, dari pantauan harga bahan makanan pokok yang diamati sejak 4 Agustus 2014--saat dimulainya pembatasan penjualan bahan bakar minyak bersubsidi, selain harga ikan, bahan makanan lainnya tidak terpengaruh. Bahkan saat ini mayoritas harga bahan makanan di Jawa Barat sudah cenderung turun. Daging sapi, misalnya, pada 4 Agustus 2014 harganya rata-ratanya Rp 110 ribu, saat ini turun menjadi Rp 99 ribu per kilogram. Lalu, harga daging ayam dari Rp 36 ribu menjadi Rp 30 ribu per kilogram, cabai keriting dari Rp 20 ribu menjadi Rp 15 ribu per kilogram, dan telur ayam dari Rp 19 ribu menjadi Rp 18 ribu per kilogram. Sedangkan cabai, bawang, serta beras masih stabil. (Baca: Subsidi Dibatasi, Nelayan Jakarta Antre)

Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat mencatat konsumsi ikan warga Jawa Barat baru 24 kilogram per kapita per tahun. Angka ini masih di bawah angka konsumsi nasional yang sudah tembus 35,4 kilogram per kapita per tahun. Produksi ikan Jawa Barat pada 2013 menembus 1,15 juta ton. Dari jumlah itu, produksi ikan tangkapnya baru 200 ribuan ton per tahun, dan sisanya berasal dari budidaya ikan.

OSEANOGRAFI

Kata “Oseanografi” di dalam Bahasa Indonesia adalah terjemahan dari kata Bahasa Inggris “Oceanography”, yang merupakan kata majemuk yang berasal dari kata “ocean” dan “graphy” dari Bahasa Yunani atau “graphein” dari Bahasa Latin yang berarti “menulis”. Jadi, menurut arti katanya, Oseanografi berarti menulis tentang laut.

Selain “Oseanografi” kita juga sering mendengar kata “Oseanologi”. Kata “Oseanologi” di dalam Bahasa Indonesia adalah terjemahan dari kata Bahasa Inggris “Oceanology”, yang juga merupakan kata majemuk yang berasal dari kata “ocean” dan “logia” dari Bahasa Yunani atau “legein” dari Bahasa Latin yang berarti “berbicara”. Dengan demikian, menurut arti katanya, Oseanologi berarti berbicara tentang laut.
 
Menurut Ingmanson dan Wallace (1973), akhiran “-grafi” mengandung arti suatu proses menggambarkan, mendeskripsikan, atau melaporkan seperti tersirat dalam kata “Biografi” dan “Geografi”. Akhiran “-ologi” mengandung arti sebagai suatu ilmu (science) atau cabang pengetahuan (knowlegde). Dengan demikian “Oseanologi” berarti ilmu atau studi tentang laut, sedang “Oseanografi” berati deskripsi tentang laut. Meskipun demikian, kedua kata itu sering dipakai dengan arti yang sama, yaitu berarti sebagai eksplorasi atau studi ilmiah tentang laut dan berbagai fenomenanya. Negara-negara Eropa Timur, China dan Rusia cenderung memakai kata Oseanologi, sedang negara-negara Eropa Barat dan Amerika cenderung memakai kata Oseanografi.

Istilah “Hidrografi” yang berasal dari kata Bahasa Inggris “Hydrography” kadang-kadang digunakan secara keliru sebagai sinonim dari Oseanografi. Hidrografi terutama berkaitan dengan penggambaran garis pantai, topografi dasar laut, arus, dan pasang surut untuk penggunaan praktis dalam navigasi laut (Ingmanson dan Wallace, 1985). Oseanografi meliputi bidang ilmu yang lebih luas yang menggunakan prinsip-prinsip fisika, kimia, biologi, dan geologi dalam mempelajari laut secara keseluruhan.
DISIPLIN ILMU TERKAIT

Secara sederhana, oseanografi dapat disebutkan sebagai aplikasi semua ilmu (science) terhadap fenomena laut (Ross, 1977). Definisi tersebut menunjukkan bahwa oseanografi bukanlah suatu ilmu tunggal, melainkan kombinasi berbagai ilmu.
Untuk mempermudah mempelajari laut, para ahli oseanografi secara umum membagi oseanografi menjadi lima kelompok, yaitu:
  1. Oseanografi kimia (chemical oceanography): mempelajari semua reaksi kimia yang terjadi dan distribusi unsur-unsur kimia di samudera dan di dasar laut.
  2. Oseanografi biologi (biological oceanography): mempelajari tipe-tipe kehidupan di laut, distribusinya, saling keterkaitannya, dan aspek lingkungan dari kehidupan di laut itu.
  3. Oseanografi fisika (physical oceanography): mempelajari berbagai aspek fisika air laut seperti gerakan air laut, distribusi temperatur air laut, transmisi cahaya, suara, dan berbagai tipe energi dalam air laut, dan interaksi udara (atmosfer) dan laut (hidrosfer).
  4. Oseanografi geologi (geological oceanography): mempelajari konfigurasi cekungan laut, asal usul cekungan laut, sifat batuan dan mineral yang dijumpai di dasar laut, dan berbagai proses geologi di laut. Kata lain untuk menyebutkan oseanografi geologi adalah geologi laut (marine geology).
  5. Oseanografi meteorologi (meteorological oceanography): mempelajari fenomena atmosfer di atas samudera, pengaruhnya terhadap perairan dangkal dan dalam, dan pengaruh permukaan samudera terhadap proses-proses atmosfer
Pengelompokan oseanografi menjadi lima kelompok seperti di atas menunjukkan bahwa oseanografi adalah ilmu antar-disiplin. Sebagai contoh, proses atau kondisi geologi suatu kawasan laut dapat mempengaruhi karakteristik fisika, kimia dan biologi laut tersebut.
MENGAPA MEMPELAJARI OSEANOGRAFI?

Orang mempelajari oseanografi antara lain karena alasan-alasan berikut ini:
  1. Memenuhi rasa ingin tahu. Di masa lalu, ketika otoritas ilmu pengetahuan masih terbatas pada kalangan tertentu, hal ini terutama dilakukan oleh para filosof. Sekarang, di masa moderen, ketika semua orang memiliki kebebasan berpikir dan berbuat yang lebih luas, mempelajari laut hanya untuk memenuhi rasa ingin tahu dapat dilakukan oleh siapapun.
  2. Kemajuan ilmu pengetahuan. Mempelajari oseanografi untuk kemajuan ilmu pengetahuan banyak dilakukan di masa sekarang. Berbeda dari mempelajari untuk memenuhi rasa ingin tahu di masa lalu, mempelajari untuk kemajuan ilmu pengetahuan dilakukan secara sistimatis dan ilmiah berdasarkan hasil-hasil penelitian atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Kemudian, hasil-hasil dari kegiatan ini dipublikasikan secara luas di dalam jurnal-jurnal atau majalah-majalah ilmiah.
  3. Memanfaatkan sumberdaya hayati laut: seperti memanfaatkan ikan-ikan dan berbagai jenis biota laut sebagai sumber bahan pangan, dan bahan obat-obatan. Mempelajari oseanografi untuk tujuan ini secara umum dilakukan berkaitan dengan upaya untuk mengetahui keberadaan sumberdaya, potensinya, cara mengambil dan, dan upaya-upaya melestarikannya.
  4. Memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut: seperti mengambil bahan tambang (bahan galian dan mineral), minyak dan gas bumi, energi panas, arus laut, gelombang dan pasang surut. Berkaitan dengan tujuan ini, studi oseanografi dilakukan untuk mengetahui kehadiran, potensi, dan karakter sumberdaya.
  5. Memanfaatkan laut untuk sarana komunikasi: seperti membangun sistem komunikasi kabel laut. Studi dilakukan untuk menentukan bagaimana teknik atau cara atau lokasi untuk meletakkan alat komunikasi itu di laut.
  6. Memanfaatkan laut untuk sarana perdagangan: misal untuk pelayaran kapal-kapal dagang. Studi oseanografi perlu dilakukan untuk menentukan dan merawat alur-alur pelayaran, serta tempat-tempat berlabuh atau pelabuhan.
  7. Untuk pertahanan negara menentukan batas-batas negara. Studi oseanografi untuk pertahanan negara terutama berkaitan dengan keperluan pertahanan laut, seperti untuk menentukan alur-alur pelayaran baik untuk kapal di permukaan laut maupun kapal selam, tempat-tempat pendaratan atau berlabuh yang aman, kehadiran saluran suara. Sementara itu, untuk keperluan menentukan batas-batas negara di laut perlu dilakukan studi oseanografi berkaitan dengan penentuan batas landas kontinen yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan batas-batas negara di laut.
  8. Menjaga lingkungan laut dari kerusakan dan pencemaran lingkungan karena aktifitas manusia. Berkaitan dengan tujuan ini, oseanografi dipelajari untuk mengetahui bagaimana respon lingkungan laut terhadap berbagai bentuk aktifitas manusia.
  9. Mitigasi bencana alam dari laut, seperti erosi pantai oleh gelombang laut, banjir dan bencana karena gelombang tsunami. Bencana alam dari laut berkaitan erat dengan prosesproses yang terjadi di laut. Dengan demikian, untuk dapat menghindari atau mengurangi kerugian karena bencana tersebut, kita perlu memahami karakter proses-proses tersebut dan hasil-hasilnya.
  10. Untuk rekreasi. Sekarang, kegiatan rekreasi banyak dilakukan di laut atau daerah pesisir, seperti menikmati pemandangan laut, berenang di laut, berjemur di pantai, menyelam, berselancar, berlayar. Untuk dapat menentukan lokasi yang sesuai untuk berbagai kegiatan rekreasional tersebut perlu dilakukan studi oseanografi. Sebagai contoh, untuk kegiatan wisata selam untuk menikmati keindahan terumbu karang, perlu dilakukan penelitian mengenai terumbu karang itu sendiri sehingga dapat diketahui lokasi keberadaan tempat-tempat yang menarik. Selain itu, untuk keamanan selama menyelam perlu dipelajari kondisi arus dan hewan-hewan yang berbahaya di lokasi wisata menyelam tersebut
Indonesia adalah suatu negara kepulauan. Diakuinya konsep wawasan nusantara dan negara kepulauan oleh dunia internasional membuat Indonesia menjadi suatu negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan wilayah negara yang sangat luas dan sebagian besar berupa laut, dan memiliki daratan berpulau-pulau, maka bagi Indonesia mempelajari oseanografi menjadi sangat penting. Banyak sumberdaya alam Indonesia yang berada di laut, baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya non-hayati. Sumberdaya laut yang sangat banyak itu hanya akan dapat dimanfaatkan dengan berkesinambungan bila kita mempelajarinya.

Selain sebagai sumberdaya, laut juga menjadi sumber bencana, terutama bagi penguni daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. Bagi Indonesia yang memiliki wilayah laut yang sangat luas dan pulau-pulau yang sangat banyak, tentu akan besar pula potensi bencana dari laut. Oleh karena itu, dalam rangka upaya melakukan mitigasi bencana alam dari laut, maka mempelajari oseanografi juga merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ingmanson, D.E. and Wallace, W.J., 1973. Oceanography: An Introduction, Wadsworth Publishing Company, Inc., Belmont, California, 325 p.

Ingmanson, D.E. and Wallace, W.J., 1985. Oceanography: An Introduction, 3rd Edition, Wadsworth Publishing Company, Belmont, California, 530 p.

Ross, D.A., 1977. Introduction to Oceanography, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, 438 p.

CTD

CTD (Conductivity Temperature Depth)
CTD (Conductivity Temperature Depth) adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur karakteristik air seperti suhu, salinitas, tekanan, kedalaman, dan densitas.. Secara umum, sistem CTD terdiri dari unit masukan data, sistem pengolahan, dan unit luaran.
Unit masukan data terdiri dari sensor CTD, rosette, botol sampel, kabel koneksi dll. Sensor berfungsi untuk mengukur parameter karakteristik fisik air laut yang terdiri dari sensor tekanan, temperatur, dan konduktivitas. Botol sampel berfungsi sebagai wadah sampel air sedangkan rosset berfungsi untuk mengatur penutupan botol. Kabel koneksi berfungsi sebagai penompang, dan juga berfungsi sebagai pengantar sinyal. Telekomando akan memberikan sinyal kepada rosset untuk menutup botol secara berurutan, setelah mengambil sampel air laut.
Unit pengolah terdiri dari sebuah unit pengontrol CTDS (CTD Sensor) dan komputer yang dilengkapi perangkat lunak. Unit pengontrol berfungsi sebagai pengolah sinyal CTD, penampil hasil pengukuran serta pengubah sinyal analog ke digital. CTD mengontrol setiap kegiatan akusisi dan pengambilan sampel serta kalibrasi. Setiap penekanan tombol fungsi sesuai pada menu, maka printer akan mencetak posisi, kedalaman, salinitas, konduktifitas dan temperatur sehingga kronologis kegiatan pengoprasian CTD dapat terekam.
Sensor adalah sebuah piranti yang mengubah fenomena fisika menjadi sinyal elektrik. CTD memiliki tiga sensor utama, yakni sensor tekanan, sensor temperatur, dan sensor untuk mengetahui daya hantar listrik air laut (konduktivitas).
a. Sensor Tekanan.
Sensor tekanan merupakan sensor yang memanfaatkan hubungan langsung antara tekanan dan kedalaman. Sensor ini terdirai dari tahanan yang berbentuk seperti jembatan wheatsrone kemudian dinamakan strain gauge. Strain gauge merupakan alat resistansi yang berubah ketika mendapat tekanan, Tahanan ini akanmemegang peranan ketika mendapat gaya dalam bentuk fisika seperti tekanan, beban (berat), arus dll. (Herunadi, 1998).
b. Sensor Temperatur.
Sensor temperatur adalah sensor yang berpengaruh terhadap suatu hambatan, dalam bentuk termistor. Termistor (tahanan termal) merupakan alat semikonduktor yang berperan sebagai tahanan dengan besar koefisien tehanan temperatur yang tinggi dan biasanya bernilai negative. Alatini terbuat dari campuran Oksida-Oksida logam yang diendapkan seperti mangan, nikel, kobalt dll.
c. Sensor Konduktifitas.
Sensor konduktofitas merupakan sensor yang mendeteksi adanya nilai daya hantar listrik di suatu perairan. Sensor ini merupakan sensor yang terdiri dari tabung berongga danempet buah terminal elektroda platina-rhodium di belakang sisinya. Sebagai sensor yang melewati nilai konduktifitas maka rata-rata hasil proses dalam pengukuran akan melewati nilai rendah (low pass fliter). Sensor ini akan mulai mengukur ketika alat telah bergerak masuk kedalam air sampai pada posisi yang diinginkan. Sebenarnya sensor ini mengukur nilai konduktifitas untuk mengetahui nilai salinitas atau kadar garam di sebuah perairan sacara tidak langsung.
Prinsip Pengukuran CTD.
Pada Prinsipnya teknik pengukuran pada CTD ini adalah untuk mengarahkan sinyal dan mendapatkan sinyal dari sensor yang menditeksi suatu besaran, kemudian mendapatkan data dari metode multiplexer dan pengkodean (decode), kemudian memecah data dengan metode enkoder untuk di transfer ke serial data stream dengan dikirimkan ke kontrolunit via cabel.
CTD diturunkan ke kolom perairan dengan menggunakan winch disertai seperangkat kabel elektrik secara perlahan hingga ke lapisan dekat dasar kemudian ditarik kembali ke permukaan. CTD memiliki tiga sensor utama, yakni sensor tekanan, sensor temperatur, dan sensor untuk mengetahui daya hantar listrik air laut (konduktivitas). Pengukuran tekanan pada CTD menggunakan strain gauge pressure monitor atau quartz crystal.
Tekanan akan dicatat dalam desibar kemudian tekanan dikonversi menjadi kedalaman dalam meter. Sensor temperatur yang terdapat pada CTD menggunakan thermistor, termometer platinum atau kombinasi keduanya. Sel induktif yang terdapat dalam CTD digunakan sebagai sensor salinitas. Pengukuran data tercatat dalam bentuk data digital. Data tersebut tersimpan dalam CTD dan ditransfer ke komputer setelah CTD diangkat dari perairan atau transfer data dapat dilakukan secara kontinu selama perangkat perantara (interface) dari CTD ke komputer tersambung.
Bagaimana cara kerja CTD ?
CTD diletakan pada kerangka Rosette. Kemudian probe dihubungkan dengan kabel elektrik yang ada kerangka Rosette. Berat dari kerangka Rosette tersebut sekitar 25 Kg dan menghabiskan panjang kabel sekitar 5 meter untuk mengikat probe ke lengan-lengan kerangka. Setelah semua perangkat di pasang, akan lebih baik jika kita memeriksa keseimbangan peralatan, jika dipastikan fix maka kita dapat mulai memasukan CTD kedalam laut.
Langkah-langkahnya sebagai berikut :
  1. Mulai dengan program akusisi data dan dilengkapi profil untuk mengidentifikasi data. Siapkan peralatan yang akan digunakan dan letakkan botol sesuai dengan prosedur paemasangan.
  2. Setelah kerangka (Rosette) diletakan pada posisinya dan CTD (Probe atau rangkaian sensor yang sudah di Set) diletakan di dalamnya, maka instrumen ini akan ke sisi (pinggir) kapal, lalu dihubungkan kabel-kabek interkoneksinya maka instrumen tersebut siap diturunkan (lihat gambar 1).
GAMBAR 1
  1. Setelah CTD siap untuk diturunkan maka kontrol unit di set untuk kondidi ON. Ketika kontrol unit sedang dipersiapkan maka instrumen (Rosette dan Probe) dapat diturunkan pelan-pelan mendekati permukaan air (lihat gambar 2).
    GAMBAR 2
  2. CTD mulai diturunkan kedalam air secara pelan-pelan, dan pada saat inilah rangkaian Probe dan kontrol unit saling berhubungan untuk merekam data dalam benntuk sinyal analog pada tipe recorder. Pada saat ini juga prosedur akusisi dimulai dan kerangka Rosette pada CTD diturunkan dengan kecepatan tertentu sampai pada kedalaman yang diinginkan (lihat gambar 3).
GAMBAR 3
  1. Pada saat CTD probe diturunkan maka pengiriman data ke kontrol unit juga di mulai. Perhatikan data yang di dapat dan keaadaan kece[atan penurunannya.
  2. Setelah mendapatkan data yang diinginkan maka stop penerimaan data dari Probe. Berhentikan juga perekaman data pada recorder. Kemudian dapat ditarik ke permukaan air, dengan catatan tidak ada lagi data yang di kirim oleh CTD dan dipastikan OFF.
  3. Setelah unit data akusisi di-Offkan dan instrument diletakan di atas kapal maka tekan End of Profile data dan diberhentikan akusisi program. Data yang di dapat bisa langsung disambungkan ke personal Computer atau direkam oleh Tipe Recorder.
  4. Proses pengambilan data selesai.